Pages - Menu

Jumat, 23 November 2012

Ketimpangan Ekonomi Dan Kecemburuan Sosial


Muh. Fachruddin / 02320100316
Fakultas Ekonomi 
Akuntansi 
Universitas Muslim Indonesia


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Ekonomi Indonesia ini sesuai dengan waktu yang telah di tentukan, makalah ini berjudul “ Ketimpangan Ekonomi Dan Kecemburuan Sosial “

Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Indonesia , yang digunakn sebagai bahan persentase terima kasih kami ucapkan kepada pihak pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan lancar.

Akhirnya, penyusunan menyadari makalah yang kami, sajikan ini jauh dari sempurna , oleh karena itu penyusunan mengharapkan sekecil apapun sumbangan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun yang mungkin dapat diberikan , semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya .






                                                                                                        Makassar, 18 November 2012


                                                                                                                            Penyusun






BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
 Dewasa ini, kita berada dimasa pembangunan yang menunjukkan kemajuan kemajuan tertentu yang menyolok, tetapi sebaliknya kemiskinan tetap merupakan permasalahan besar dan mendesak . ini menunjukkan bahwa tingginya penghasilan perkapita bukanlah jaminan tidak adanya kemiskina absolut, karna pembagian penghasilan yang meluas sampai ke persentase populasi yang paling rendah bisa sangat berbeda dari satu  daerah lainya , antara satu sektor ke sektor lainnya  dan antara satu kelompok ke kelompok lain, oleh karena itu pengertian tentang keadaan besarnya pemerataan penghasilan adalah sentral bagi semua analisa problema kemiskinan.
Sejarah berbagi bangsa ,memperlihatkan bahwa revolusi sosial hampir selalu berawal dari adanya kecemburuan sosial antara golongan ,sebagai dampak dari kondisi ekonomi dalam masyarakat yang berupa kemiskinan dan kesenjangan baik antara sektor, golongan , maupun antara daerah .
Pengamatan yang lebih mendalam memperhatikan bahwa dinegara Negara berkembang kemiskinan mempunyai konteks struktural dan bahwa struktur struktur sosial mempengaruhi kemiskinan, sebenarnya kesadaran akan adanya ketimpangan ketimpangan pangan yang bersifat struktural di Negara kita bukan hal yang baru, di sadari bahwa dalam stuktur sistem kolonial, masalah kemiskian tidak dapat diatasi , kemudian dari suatu ekonomi kolonial yang dualistis dan timpang sebagai ekonomi ekspor bahan baku semata mata , menjadi suatu ekonomi modern yang mampu tumbuh atas kekuatan sendiri, memerlukan perubahan perubahan struktural    
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka sebagai permasalahan dalam penyusunan makalah dapat dirumuskan sebagai berikut :
     1. Bagaimana ketimpangan ekonomi dan kecemburuan sosial ?
     2. Bagaimana gambaran kondisi perekonomian makro ?
     3. Bagaimana gambaran makro ketimpangan ekonomi di Indonesia ?
    4.  Bagaimana gambaran mikro ketimpangan ekonomi di Indonesia ?

1.3 Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai pada penyusunan makalah ini adalah :
1.  Untuk mengetahui bagaimana ketimpangan ekonomi dan kecemburuan sosial
2.  Untuk mengetahui bagaimana gambaran kondisi perekonomian makro
                   3. Untuk mengetahui bagaimana gambaran makro ketimpangan ekonomi di Indonesia
                 4. Untuk mengetahui bagaimana  gambaran mikro ketimpangan ekonomi di Indonesia


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ketimpangan Ekonomi Dan Kecemburuan Sosial
 Sejarah berbagi bangsa , termasuk Indonesia memperlihatkan bahwa revolusi sosial hampir selalu berawal dari adanya kecemburuan sosial antara golongan , sebagai dampak dari kondisi dari ekonomi dalam masyarakat yang berupa kemiskinan dan kesenjagan baik antara sektor , antara golongan , maupun antara daerah. Masyarakat yang hidup dalam kemiskinan , apalagi ditambah dengan adanya fenomena kesenjangan yang lebar , akan demikian mudah menerima faham faham yang mengatasnamakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Ketimpangan merupakan persoalan klasik dalam desain pembangunan . hal itu tidak hanya dialami Indonesia , melainkan juga Negara Negara berkembang lain. Ketimpangan pendapatan ekonomi akan memunculkan sejumlah persoalan seperti kecemburuan sosial, arus  urbanisasi , kejahatan perkotaan , degradasi kualitas hidup desa kota , hingga soal soal politik. Oleh karena itu, desain pembangunan ekonomi menjadi penting untuk diprioritaskan.kita perlu  satu desain besar pembagunan ekonomi yang tidak hanya mengejar pertumbuhan , melainkan juga melihat ukuran pemerataan dan distribusinya.
Karena itu,kerangka pembangunan nasional bangsa Indonesia menekankan pada asas trilogi pembagunan yang meliputi pertumbuhan , pemerataan, dan stabilitas . ketiga aspek trilogi pembangunan tersebut  merupakan kondisi yang dinamis dan saling bergantian prioritas penekananya dalam setiap tahap rencana pembangunan lima tahunan (Repelita ). Manakala pertumbuhan ekonomi dirasakan sudah cukup tinggi namun terdapat indikasi melebarnya kesenjangan ekonomi antargolongan dan daerah, maka pemerintah memberikan prioritas penekanan pada aspek pemerataan dengan tidak meninggalkan kedua aspek lainya. Demikian saat stabilitas ekonomi diperlukan, mak penekana pada aspek ini menjadi lebih nyata.
2.2 gambaran kondisi perekonomian makro
Sama sekali tidak ada keraguan bahwa sejak repelita I dicanangkan, perekonomian Indonesia telah tumbuh secara pesat.pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir senantiasa diatas 6 persen, yang jika dibandingkan dengan pertumbuhan pendudukan yang senantiasa menurun, maka terdapat pertumbuhan ekonomi secara real sekitar 5 persen per tahun. Selain itu pemerintah juga berhasil menekan laju inflasi rata rata dibawah 10 persen per tahun . di balik berbagai , indicator keberhasilan perkembangan makro ekonomi tersebut, terdapat kekhawatiran dari beberapa kalangan yang berkaitan dengan masalah hutang luar negeri yang selama ini dipakai sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi nasiaonal
2.3 gambaran makro ketimpangan ekonomi di Indonesia
Ketimpangan ekonomi mengandung makna pada persoalan kemiskinan dan pemerataan. Kedua masalah ini masih merupakan topik yang hangat untuk dibicarakan mengingat masih besarnya pengangguran terselubung yang disebabkan masih adanya yang dilakukan dibawah produktivitas kerja serta rendahnya kualitas tenaga kerja Indonesia .Biro pusat statistic menggunakan ukuran kemiskinan berdasarkan pada kebutuhan akan kalori per hari sebesar 2100 kalori / hari/ orang, serta pengeluaran non makanan lainya.
Berdasarkan batas kemiskinan tersebut , pada tahun 1993 dari lebih kurang 180 juta penduduk Indonesia , masih ditemukan 25,9 juta atau 13,6 persen penduduk berada dibawah garis kemiskinan atau berada dalam kemiskinan absolut.
Namun demikian, dianalisis lebih mendalam, kondisi pada masing masing daerah terlihat bahwa walaupun secara absolut jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan lebih banyak daripada di daerah perkotaan.namun bila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada pada masing masing daerah, maka terlihat bahwa persentase penduduk miskin didaerah pedesaan dan daerah perkotaan relative  sama .tingginya jumlah kemiskinan di daerah pedesaan ini berkaitan erat dengan pola mata pencaharian yang memiliki oleh penduduk daerah pedesaan yaitu pertanian.
Analisis mengenai hal ini akan ditelaah lebih lanjut pada bagian lain yang berkaitan dengan pola kemiskinan berdasarkan lapangan pekerjaan / usaha . anlisis berdasarkan pembagian wilayah kawasan barat Indonesia dan kawasan timur Indonesia memperlihatkan bahwa penduduk miskin lebih banyak berdiam di kawasan barat dibandingkan kawasan timur.kondisi ketimpangan ekonomi Indonesia pada tahun 1990 masih berada dalam kondisi “low inequality” dan kondisi ini sudah jauh menurun dibandingkan dengan kondisi pada tahun 1976 yang masih berada pada kondisi “ high inquality “.
Kalau melihat pada batasan dan kondisi distribusi pendapatan di Indonesia, maka tampak bahwa kondisi kesenjangan dinegara kita pada saat ini berada pada kondisi “ kesenjangan ringan “. Kondisi ini jauh membaik dibandingkan dengan tahun 1976. Disamping itu juga terlihat bahwa masih ada kesenjangan antarsektor, diman persentase penduduk miskin di sektor pertanian jauh dari sektor lainnya .



2.3 gambaran mikro ketimpangan ekonomi di Indonesia
Bagaimana ukuran makro seperti gini koefisien, distribusi pendapatan, dan lain sebagainya, biasanya hanya di pahami oleh para ekonomidan perencana pembangunan . sedangkan masyarakat awam biasanya tidak mengerti dan tidak mau mengerti mengenai ukuran ukuran tersebut .masyarakat awam biasanya lebih menyukai ukuran ukuran yang lebih sederhana namun jelas terlihat. Ukuran ukuran yang biasa mereka gunakan dalam menilai ketimpangan ekonomi antara laindalam menilai ketimpangan ekonomi antara lain adalah gaji/upah dan kesempatan berusaha .
2.3.1 gaji / upah
Sebagai salah satu alat pemerataan pendapatan , pemerintah berusaha denggan sungguh sungguh memperhatikankebijaksanaan pengupahan di Indonesia . melalui perangkat kebijaksanaan upah mini mum  regional (umr), pemerintah senantiasa berupaya agar timgkat  kesejahteraan para pekerja dapat ditingkatkan .
             Walaupun tingkat umr di indonesia pada umumnya masih dibawah khm. Namun pada kenyataannya masih banyak perusahaan yang membayar karyawannya di bawah umr yang ditetapkan oleh pemerintah . maraknya demonstrasi dan pemogokan pekerjaan , terutama di wilayah jabotabek , erat kaitannya dengan   ketidak mampuan pengusaha untuk memenuhi standar UMR yang telah ditetapkan .apalagi kalau diingat bahwa umr yang ditetapkan belum juga mencapai khm, apalagi melebihinya.
Peningkatan upah perkerja di satu sisi dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja yang bersangkutan. Namun di satu sisi lain dapat juga memacu tingkat inflasi yang lebih tinggi yang pada akhirnya akan menggangu pertumbuhan dan stabilitas ekonomi .

2.3.2 kesempatan berusaha
Gejala ini yang juga mencerminkan kondisi ketimpangan ekonomi adalah makin terkonsentrasinya kepemilikan modal dan kekuatan pasar dalam sektor bisnis modern pada pengesuha besar atau konglomerat . hal ini mempunyai implikasi pada efisiensi dan pertumbuhan sektor swasta .
Kecemburuan terhadap dominasi kelompok  pengusaha besar dalam perekonomian Indonesia , berkaitan dengan dikuasainya berbagai sektor ekonomi dari hulu sampai hilir oleh kelompok tertentu , shingga menyulitkan pengusaha lain untuk memasuki bisnis tersebut. Belum lagi tambah dengan mudahnya penyaluran kredit terhadap pengusaha besar dan kesulitan bagi pengusaha kecil untuk memperoleh kredit perbankan guna mengembangkan usahanya , apalagi dalam kenyataannya, hubungan antara pengusaha besar dengan pengusaha menengah maupun pengusaha kecil di Indonesia belum mencapai titik yang serasi
Dari berbagi gambaran jelas kita terlihat bahwa kita masih menghadapi masalah ketimpangan ekonomi, walaupun berdasarkan indikator ekonomi makro ,tingkat ketimpangan tersebut sedikit demi sedikit dapat diperbaiki . ketimpangan tersebut menyangkut ketimpangan antargolongan (kuat – menengah – kecil atau golongan pengusaha – pekerja ), antar daerah – wilayah ( daerah perkotaan – daerah pedesaan atau KBI –KTI ) dan antar sektor ekonomi ( sektor pertanian , non pertanian ).
Berkaitan dengan upaya mengurangi atau menghilangkan kemiskinan absolut , pemerintah bertekad untuk menuntaskan masalah tersebut samapai dengan akhir PJPT II mendatang . berbagi kebijaksanaan dengan program seperti IDT , takesra ,dan lain sebagainya, dikembangkan pemerintah untuk mengangkat derajad kesejahteraan penduduk golongan marjinal ini.
Akan tetapi kebijaksanaan dan program pengentasan kemiskinan dan penurunan derajad ketimpangan ekonomi hendaknya tidak hanya berhenti pada upaya penyediaan modal bagi kaum yang lemah, namun lebih dari itu, yang terpenting adalah bagaimana menyehatkan perekonomian secara menyeluruh, khususnya menyangkut kesempatan berusaha yang lebih adil dan merata .



Bab iii
Kesimpilan
3.1 kesimpulan
3.2 saran
radigma Pembangunan Ekonomi
http://www.unisosdem.org/images/spacer.gif  Oleh: Firmanzah, Phd

KETIMPANGAN (disparitas) merupakan persoalan klasik dalam desain pembangunan. Hal itu tidak hanya dialami Indonesia, melainkan juga negara-negara berkembang lain.

Ketimpangan pendapatan ekonomi akan memunculkan sejumlah persoalan seperti kecemburuan sosial,arus urbanisasi, kejahatan perkotaan, degradasi kualitas hidup desa dan kota,hingga soal-soal politik. Indonesia dan sejumlah negara berkembang lain pernah mengalami dampak negatif rasa ketidakadilan sosial, yaitu saat krisis multidimensi 1997–1998.

Krisis keuangan menjelma menjadi krisis sosial dan ekonomi karena perasaan tidak adil terhadap akses dan kepemilikan sumber daya ekonomi nasional. Penjarahan terjadi di beberapa kota akibat rasa ketidakadilan masyarakat di tingkat akar rumput (grass-root). Oleh karena itu, desain pembangunan ekonomi menjadi penting untuk diprioritaskan. Bagaimana mengurangi ketimpangan dan kesenjangan tidak hanya antara kaya dan miskin,melainkan juga kesenjangan antardaerah dan antarsektor produksi?

Kita perlu satu desain besar pembangunan ekonomi yang tidak hanya mengejar pertumbuhan, melainkan juga melihat ukuran pemerataan dan distribusinya. Mungkin kita perlu merenungkan lebih serius tentang no sustainable growth without distribution. Tidaklah mengherankan apabila penajaman dan ukuran lain dibutuhkan untuk mengurangi rasa ketidakadilan sosial lapisan paling terpinggirkan.

Rasa keadilan menjadi sorotan banyak akademisi,termasuk John Rawls yang melihat bahwa justice as fairness. Adil tidak harus sama rata sama rasa, tetapi ada perlakuan yang fair dalam distribusi pembangunan ekonomi di setiap lapisan masyarakat (UMKM, pengusaha lokal, pengusaha asing), kawasan (Jawa dan non-Jawa),dan sektoral (pertanian, kelautan, pertambangan, manufaktur, dan lain-lain).

Pertumbuhan ekonomi yang sampai sekarang masih menjadi target capaian utama pemerintah semakin dituntut untuk berkeadilan sosial melalui pemerataan perekonomian di desa dan di kota, di luar Pulau Jawa dan di dalam Pulau Jawa. Kita bisa melakukan introspeksi pertumbuhan dan pemerataan pada periode 1999–2009 dibandingkan periode sebelumnya.

Hal ini berguna untuk menambah pemahaman terhadap kesesuaian antara arah pembangunan kita selama beberapa periode sebelumnya dan yang akan datang. Pengamatan ini dapat dilakukan dengan membandingkan beberapa ukuran seperti inflasi, pertumbuhan, koefisien gini,dan lainlain.

Walaupun pada periode sebelum tahun 1999 pemerintah menyusun rencana pembangunan jangka panjang tahap satu dengan merangkai lima periode rencana pembangunan lima tahun,ukuran yang dipakai oleh pemerintahan setelah 1999 sampai sekarang masih berhubungan. Pada data tentang inflasi misalnya, respons masyarakat atas inflasi tertentu akan berbeda bagi kelompok masyarakat menengah ke atas dan menengah ke bawah.

Ukuran inflasi secara agregat jelas mengabaikan realitas kesulitan hidup masyarakat di tingkat bawah. Sementara itu, elastisitas pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja juga perlu dilihat lebih dalam lagi. Jangan sampai pertumbuhan tinggi hanya dikontribusikan oleh sektorsektor padat modal dan teknologi sehingga penyerapan tenaga kerja menjadi minim.

Karena itu sangat dibutuhkan keberpihakan pemerintah dan legislatif baik di tingkat pusat maupun di daerah untuk mengangkat masyarakat yang sekarang ini terpinggirkan menjadi pelaku aktif ekonomi daerah maupun nasional. Program-program pembinaan dan dukungan pendanaan bagi UMKM perlu ditingkatkan. Selain itu juga sinergi antara perusahaan besar-menengah-kecil juga perlu diperkuat demi menciptakan basis industri yang kuat dan efisien.

Keterlibatan masif masyarakat dalam kegiatan ekonomi diharapkan dapat mengurangi rasa ketidakadilan sosial dalam pembangunan ekonomi. Melihat angka koefisien gini dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional, kita dapat menyimpulkan bahwa belum ada perbaikan untuk mengurangi kesenjangan sosial.

Dengan menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), maka pada tahun 1965–1970 pertumbuhan ekonomi di Indonesia rata-rata 2,7% dan koefisien gini sebesar 0,35. Berikutnya pada tahun 1971–1980 pertumbuhan ekonomi rata-rata 6% dan koefisien gini 0,4; tahun 1981–1990 pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,4% dan koefisien gini sebesar 0,3.

Adapun koefisien gini tahun 1998 sebesar 0,32; 1999 0,33; 2002 0,33, 2004 0,32; 2006 0,36; serta 2007 0,37. Memperhatikan data di atas ini, pembangunan ekonomi nasional kita masih perlu lebih fokus untuk mengurangi rasa ketidakadilan dan kecemburuan sosial. Dengan demikian,kita dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas demi mayoritas bangsa Indonesia.

Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berkalikali menyampaikan komitmen untuk lebih menekankan aspek keadilan dan pemerataan dalam pembangunan nasional. Konsekuensi dari target yang ingin dicapai Presiden SBY ini adalah ukuran kinerja ekonomi perlu melihat lebih dalam lagi, terutama usaha dan strategi untuk mengurangi ketimpangan sosial yang selama ini terjadi.

Lantas bagaimana? Tentu saja dengan melibatkan sebanyak mungkin orang di dalam pembangunan ekonomi dan menghindari kecemburuan yang dapat mengkristal menjadi persoalan yang bisa menghambat pencapaian target kesejahteraan nasional.(*)
























DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar