Pages - Menu

Senin, 17 Februari 2014

Landasan Teori / Tinjauan Pustaka Opini Audit Going Concern



A.           Teori Agensi
Jensen dan Meckling (1976)  hubungan agensi merupakan hubungan kontrak antara prinsipal dan agen dimana prinsipal dalam hal ini shareholder (pemegang saham) mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making atau tugas tertentu kepada agen (manajer) sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi dalam internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham. Oleh karena itu, manajer berkewajiban memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan yang sebenarnya melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan.
Agency cost adalah risiko yang terjadi ketika seseorang (prinsipal) membayar seseorang (agen) untuk menjalankan sebuah tugas padahal kepentingan agen bertentangan atau tidak selaras dengan kepentingan prinsipal (Purbarini, 2007). Contoh dari hubungan yang mengakibatkan agency cost adalah hubungan antara pemegang saham yang memiliki saham publik dan manajer yang menjalankan perusahaan tersebut. Pemilik tentu menghendaki manajer menjalankan perusahaan dengan kaidah-kaidah yang memungkinkan maksimalisasi nilai saham, sementara di sisi lain manajer berkepentingan membangun kerajaan bisnis melalui ekspansi secara cepat namun kecenderungan menurunkan harga saham perusahaan. Eisenhardt (1989) menyatakan ada tiga asumsi sifat manusia terkait teori keagenan yaitu: (1) Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self-interest); (2) Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality); dan (3) Manusia selalu menghindari resiko (risk-averse).
Shareholder mendelegasikan pembuatan keputusan sehari-hari kepada manajer. Manajer ditugaskan dengan menggunakan dan mengawasi sumber-sumber ekonomi perusahaan. Bagaimanapun juga, berdasarkan asumsi sifat dasar manusia, manajer tidak selalu bertindak sesuai dengan keinginan terbaik pemegang saham. Hal ini memicu terjadinya konflik keagenan sehingga diperlukan pihak ketiga yang bersifat independen sebagai mediator antara dua kepentingan. Rahman dan Siregar (2012) menyatakan bahwa auditor dipandang sebagai pihak yang independen dianggap mampu menjembatani kepentingan prinsipal dan agen dalam melakukan monitoring terhadap kinerja manajemen apakah telah bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal melalui sebuah sarana yaitu laporan keuangan.
Auditor bertugas memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan perusahaan, dan mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya serta mengungkapkannya pada laporan audit (SPAP, 2011). Laporan audit memberikan peringatan awal mengenai kondisi keuangan perusahaan bagi prinsipal (Rahman dan Siregar, 2012). Data-data perusahaan akan lebih mudah dipercaya oleh investor dan pemakai laporan keuangan lainnya, apabila laporan keuangan yang mencerminkan kinerja dan kondisi keuangan perusahaan telah mendapat pernyataan wajar dari auditor (Komalasari, 2004). Dengan laporan keuangan auditan tersebut, pemakai laporan keuangan dapat mengambil keputusan yang tepat atas perusahaan.
B.            Signaling Theory
      Teori sinyal menjelaskan bahwa pemberian sinyal dilakukan oleh manajer untuk mengurangi asimetri informasi. Manajer memberikan informasi melalui laporan keuangan bahwa mereka menerapkan kebijakan akuntansi konservatisme yang menghasilkan laba yang lebih berkualitas karena prinsip ini mencegah perusahaan melakukan tindakan membesar-besarkan laba dan membantu pengguna laporan keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva yang tidak overstate (Watts, 2003a).
Signaling Theory mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain (Ratna dan Zuhrohtun, 2006).
Integritas informasi laporan keuangan yang mencerminkan nilai perusahaan merupakan sinyal positif yang dapat mempengaruhi opini investor dan kreditor atau pihak-pihak lain yang berkepentingan. Laporan keuangan seharusnya memberikan informasi yang berguna bagi investor dan kreditor untuk membuat keputusan investasi, kredit dan keputusan sejenis. Dalam signaling theory, pengeluaran investasi memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan. Peningkatan utang diartikan oleh pihak luar tentang kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban di masa yang akan datang atau adanya risiko bisnis yang rendah, hal tersebut akan direspon secara positif oleh pasar  (Brigham, 1999).
Singnaling theory menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal, karena terdapat asimetri informasi (Asymmetri Information) antara perusahaan dan pihak luar. Perusahaan (agent) mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar (investor, kreditor).
Kurangnya informasi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan mereka melindungi diri mereka dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan mengurangi asimetri informasi. Salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar, salah satunya berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang (Wolk et al., 2001).
Signaling theory juga dapat membantu pihak perusahaan (agent), pemilik (prinsipal), dan pihak luar perusahaan mengurangi asimetri informasi dengan menghasilkan kualitas atau integritas informasi laporan keuangan. Untuk memastikan pihak-pihak yang berkepentingan menyakini keandalan informasi keuangan yang disampaikan pihak perusahaan (agent), perlu mendapatkan opini dari pihak lain yang independen memberikan pendapat tentang laporan keuangan.

C.           Auditing
ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts) dalam Halim (2008,1) mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematik untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti audit secara objektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. Sedangkan menurut Mulyadi (2002,9), secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta menyampaikan hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.
D.           Opini Audit
Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 110, tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.
Opini Audit diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit sehingga auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya (Rahman dan Siregar, 2012). Auditor independen harus menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama dalam menentukan prosedur audit yang diperlukan untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup sebagai basis memadai dalam merumuskan pendapatnya. Pernyataan pendapat atas kewajaran laporan keuangan perusahaan diungkapkan dalam laporan audit yang mencakup paragraf, kalimat, frasa dan kata yang digunakan oleh auditor untuk mengkomunikasikan hasil audit kepada pemakai laporan auditnya. Laporan audit terdiri dari 3 paragraf antara lain: paragraf pengantar (introductury paragraph), paragraf lingkup (scope paragraph), dan paragraf pendapat (opinion paragraph) (Mulyadi,2002).
Opini Audit terdapat pada paragraf pendapat yang merupakan informasi utama dari laporan audit. Menurut SPAP SA Seksi 508 (PSA No. 29) Opini Audit terdiri atas lima jenis, yaitu :
1.             Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
Dalam pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.
2.             Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas (Unqualified Opinion with Explanatory Language)
saat keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf penjelas (atau bahasa penjelas lain) dalam laporan audit. Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkannya suatu paragraf meliputi:
a)      Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain.
b)      Untuk mencegah agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaan-keadaan yang luar biasa, laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh IAI.
c)      Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin tentang adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas, namun setelah mempertimbangkan rencana manajemen, auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen tersebut dapat secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal itu telah memadai.
d)     Di antara periode akuntansi terdapat suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip akuntansi atau dalam metode penerapannya.
e)      Keadaan tertentu yang berhubungan dengan laporan auditor atas laporan keuangan komparatif.
f)       Data keuangan kuartalan tertentu yang diharuskan oleh BAPEPAM namun tidak disajikan atau di-review.
g)      Informasi tambahan yang diharuskan oleh IAI-Dewan Standar Akuntansi Keuangan telah dihilangkan, yang penyajiannya menyimpang jauh dari panduan yang dikeluarkan oleh dewan tersebut, dan auditor tidak dapat melengkapi prosedur audit yang berkaitan dengan informasi tersebut, atau auditor tidak dapat menghilangkan keragu-raguan yang besar apakah informasi tambahan tersebut sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh dewan tersebut.
h)      Informasi lain dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan auditan secara material tidak konsisten dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
3.             Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditee menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, kacuali untuk dampak hal-hal yang dikecualikan. Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan dalam keadaan:
a)      Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit.
b)      Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar.
4.             Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion)
Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan keuangan auditee tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
5.             Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)
Pernyataan tidak memberikan pendapat jika auditor tidak dapat melaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga diberikan apabila ia dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien.
Arens (2008) menyatakan bahwa laporan audit adalah langkah terakhir dari proses audit. Laporan audit merupakan media yang dipakai oleh auditor dalam berkomunikasi dengan masyarakat lingkungannya (Mulyadi, 2002). Laporan audit terdiri dari 3 paragraf antara lain: paragraf pengantar (introductury paragraph), paragraf lingkup (scope paragraph), dan paragraf pendapat (opinion paragraph) (Mulyadi,2002). Auditor memberikan opini harus didasarkan pada keyakinan profesionalnya.
E.            Going Concern
            Going Concern merupakan kelangsungan hidup entitas. Dengan adanya Going Concern maka suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek. Jika auditor merasa yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kelangsungan hidup perusahaan maka auditor harus melakukan beberapa hal sbb, (SPAP,2001): (1) memperoleh informasi mengenai rencana manajemen untuk mengurangi dampak tersebut, dan (2) menetapkan kemungkinan bahwa rencana
tersebut akan dilaksanakan. Jika manajemen tidak memiliki rencana maka auditor akan memberikan opini disclaimer.
Going Concern adalah suatu dalil yang menyatakan bahwa kesatuan usaha akan menjalankan terus operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk mewujudkan proyeknya, tanggung jawab serta aktivitas-aktivitasnya yang tidak berhenti. Dalil ini memberikan gambaran bahwa suatu entitas akan diharapkan untuk beroperasi dalam jangka waktu yang tidak terbatas atau tidak diarahkan menuju ke arah likuidasi. Diperlukannya suatu operasi yang berlanjut dan berkesinambungan untuk menciptakan suatu konsekuensi bahwa laporan keuangan yang terbit di suatu periode mempunyai sifat sementara sebab masih merupakan satu rangkaian laporan keuangan yang berkelanjutan.
PSA 30 menyatakan bahwa Going Concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal yang berlawanan. Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup suatu usaha adalah berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar secara bisnis biasa, restrukturiasi utang, perbaikan operasi yang diperlukan dari luar atau kegiatan serupa lainnya. Going Concern adalah kelangsungan hidup suatu entitas. Dengan adanya Going Concern maka suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang atau tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek. Suatu entitas dianggap Going Concern apabila perusahaan dapat melanjutkan operasinya dan memenuhi kewajibannya. Apabila perusahaan dapat melanjutkan usahanya dan memenuhi kewajibannya dengan menjual aset dalam jumlah yang besar, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar, merestukturisasi hutang, atau dengan kegiatan serupa yang lain. Hal yang demikan akan menimbulkan keraguan besar terhadap Going Concern perusahaan.


F.            Opini Audit Going Concern
      Audit auditor harus mengumpulkan bukti-bukti mengenai kewajaran informasi yang tercantum dalam laporan keuangan perusahaan dengan cara memeriksa catatan akuntansi yang mendukung laporan tersebut (Januarti dan Fitrianasari, 2008). Berdasarkan bukti-bukti tesebut auditor dapat memberikan pendapatnya mengenai kewajaran dari laporan keuangan perusahaan. Pendapat atau Opini Audit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan audit. Laporan keuangan merupakan sumber informasi yang digunakan auditor dalam memberikan pendapatnya yang disebut dengan Opini Audit. Opini Audit adalah bagian terpenting dari laporan audit auditor atas laporan keuangan yang diaudit. Opini Audit disampaikan dalam tiga paragraf yaitu paragraf pengantar, paragraf lingkup dan paragraf penadapat. Di paragraf pendapat ini auditor menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditannya. Opini Audit yang diberikan oleh auditor melalui beberapa tahapan audit sehingga auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang seharusnya diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya.
      SPAP seksi 341 terdapat 5 jenis opini atau pendapat auditor. Ketika auditor tidak menyangsikan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas maka auditor memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian. Apabila auditor telah berkesimpulan bahwa rencana manajemen dapat secara efektif dilaksanakan dan auditor harus mempertimbangkan mengenai kecukupan pengungkapan mengenai sifat dan dampak kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan ia yakin adanya  kesangsian mengenai kelangsungan hidup satuan usaha dan rencana manajemen kemudian auditor berkesimpulan bahwa pengungkapan tersebut memadai maka auditor akan memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas. Apabila auditor menyangsikan kelangsungan hidup perusahaan dan auditor berkesimpulan bahwa manajemen tidak membuat pengungkapan dan mengenai sifat, dampak, kondisi dan peristiwa yang menyebabkan auditor menyangsikan kelangsungan hidup perusahaan maka auditor akan memberikan pendapat wajar dengan pengecualian.
      Jika pengungkapan di dalam rencana manajemen tidak memadai dalam pengungkapannya dan terdapat penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum, maka auditor akan memberikan opini tidak wajar. Apabila auditor menganggap bahwa rencana manajemen tidak dapat secara efektif mengurangi dampak negatif kondisi atau peristiwa tersebut maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat.
      Laporan auditan atas suatu laporan keuangan perusahaan sangat dibutuhkan oleh pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan tersebut. Salah satunya adalah investor yang menggunakannya sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi. Ketika auditor memberikan pendapatnya di dalam laporan auditan atas laporan keuangan suatu perusahaan, laporan ini juga dapat digunakan sebagai sarana komunikasi antara auditor dengan klien untuk mengetahui tentang keadaan perusahaan yang diauditnya.
      SPAP (2011) Opini Audit Going Concern adalah Opini Audit yang dikeluarkan oleh auditor karena terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Junaidi dan Hartono (2010) seorang auditor mempertimbangkan penerbitan opini Going Concern jika ia menemukan alasan atas keraguan keberlangsungan suatu perusahaan berdasarkan pengujian. SPAP seksi 341 memberikan pedoman kepada auditor tentang dampak kemampuan satuan usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap Opini Auditor sebagai berikut:
1.      Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas, auditor harus:
a)      Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditunjuk untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut.
b)      Menentukan apakah rencana tersebut dapat secara efektif dilaksanakan.
2.      Jika manajemen tidak memiliki rencana yang mengurangi dampak kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, auditor mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan yang tidak memiliki pendapat.
3.      Jika manajemen memiliki rencana tersebut, langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh auditor adalah menyimpulkan bahwa efektifitas rencana tersebut, diantaranya:
a)      Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut tidak efektif, auditor menyatakan tidak memberikan pendapat.
b)      Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dan klien mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian.
c)      Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi klien tidak mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor memberikan pendapat tidak wajar.
G.           Rasio Likuiditas
Likuiditas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya atau menganalisa dan menginterpretasikan posisi keuangan jangka pendek perusahaan (Munawir, 2002). Tingkat likuiditas perusahaan dapat diukur melalui current ratio. Current ratio dihitung dengan cara aktiva lancar dibagi hutang lancar. Rasio ini menunjukkan sejauh mana aktiva lancar dengan hutang lancar menutupi kewajiban-kewajiban lancar. Semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancar semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini dapat dibuat dalam bentuk berapa kali atau dalam bentuk persentasi. Apabila rasio lancar ini 1:1 atau 100% ini berarti bahwa aktiva lancar dapat menutupi semua hutang lancar. Rasio lancar yang lebih aman adalah jika berada diatas 1 atau diatas 100%. Artinya aktiva lancar harus jauh diatas jumlah hutang lancar.
Rasio Likuiditas, menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansial jangka pendek. Rasio ini ditunjukkan pada besar kecilnya aktiva lancar. Current Ratio, merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Jika perusahaan memiliki likuiditas (diproksi dengan current ratio) yang baik, maka kemungkinan untuk dapat meneruskan aktivitas usahanya akan lebih besar, sehingga kemungkinan untuk memperoleh opini Going Concern akan lebih sedikit. Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hani dkk. (2003), Eko (2006) menemukan bukti bahwa rasio likuiditas berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini Going Concern.
Sebagai parameter dari rasio likuiditas, penulis menggunakan Current Ratio yang dirumuskan sebagai berikut :
H.           Rasio Solvabilitas
Solvabilitas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek maupun jangka panjangnya (Munawir, 2002). Tingkat solvabilitas perusahaan dapat diukur dengan Debt to equito ratio. Debt to equito ratio adalah perbandingan jumlah utang dengan modal sendiri yang mengukur persentase penggunaan dana yang berasal dari kreditur. Rasio utang atas modal atau sering disebut rasio Leverage menggambarkan struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan, dengan demikian dapat dilihat struktur tidak tertagihnya hutang. Semakin kecil angka rasio ini semakin baik, yang dapat dihitung dengan rumus : total hutang / total ekuitas. Besarnya hutang yang terdapat dalam struktur modal perusahaan sangat penting untuk memahami perimbangan antara risiko dan laba yang didapat.
Rasio leverage merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban seandainya perusahaan dilikuidasi. Ratio tersebut diantaranya Debt To Equity Ratio. Dalam analisis solvabilitas rasio keuangan yang digunakan adalah Total Debt to Equity Ratio yang bertujuan untuk mengetahui tingkat likuiditas perusahaan dalam jangka panjang. . Dedi Kristianto (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa Total Debt to Equity Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap pemberian Opini Audit Going Concern. Barkah (2007) melakukan penelitian yang hasilnya menyatakan bahwa Total Debt to Equity Ratio berhubungan dengan kemungkinan pemberioan Opini Audit Going Concern.
Leverage atau solvabilitas menunjukkan seberapa banyak hutang digunakan oleh perusahaan. Leverage menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang. Leverage juga menyediakan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam mengadaptasi kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga pada kreditor. Nilai leverage yang tinggi menunjukkan peningkatan dari risiko pada kreditor berupa ketidakmampuan perusahaan dalam membayar semua kewajibannya. Dari pihak pemegang saham, rasio yang tinggi akan mengakibatkan pembayaran bunga yang tinggi yang pada akhirnya akan mengurangi pembayaran dividen. Semakin tinggi rasio debt-to-total-asset, semakin besar risiko keuangannya dan semakin rendah rasio ini, maka akan semakin rendah risiko keuangannya. Semakin rendah rasio Debt to Equity Ratio (DER), semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham, dan semakin besar perlindungan bagi kreditor (margin perlindungan) jika terjadi penyusutan nilai aktiva atau kerugian besar (Horne, 2005).
Bagi investor saham biasa, utang mencerminkan risiko kerugian investasi, namun diimbangi dengan potensi keuntungan dari leverage financial. Leverage meningkatkan baik keberhasilan maupun kegagalan manajerial. Utang yang terlalu besar menghambat insentif dan fleksibilitas  manajemen untuk mengejar kesempatan mendapat keuntungan.
I.              Kualitas Audit
Craswell et al. (1995) menyatakan bahwa klien biasanya mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari Kantor Akuntan Publik besar dan yang memiliki afiliasi dengan Kantor Akuntan Publik internasional yang memiliki kualitas yang lebih tinggi karena auditor tersebut memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas, seperti pelatihan, pengakuan internasional, serta adanya peer review. De Angelo (1981) mengatakan bahwa peningkatan kualitas audit akan mempertinggi skala Kantor Akuntan Publik yang juga akan berpengaruh pada klien dalam memilih Kantor Akuntan Publik.
Ukuran auditor berhubungan positif dengan kualitas auditor. Economies of scale KAP yang besar akan memberikan insentif yang kuat untuk mematuhi aturan SEC sebagai cara pengembangan dan pemasaran keahlian KAP tersebut. Sharma dan Sidhu (2001) menggolongkan reputasi Kantor Akuntan Publik ke dalam skala big six firms dan non big six firms untuk melihat tingkat independensi serta kecenderungan sebuah Kantor Akuntan Publik terhadap besarnya biaya audit yang diterimanya.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, proksi yang sering digunakan untuk menilai Kualitas Audit adalah dengan menggunakan skala Kantor Akuntan Publik. Fanny dan Saputra (2005) menyatakan, ketika sebuah Kantor Akuntan Publik mengklaim dirinya sebagai KAP besar seperti yang dilakukan oleh big four firms, maka mereka akan berusaha keras untuk menjaga nama besar tersebut, mereka menghindari tindakan-tindakan yang dapat mengganggu nama besar mereka. Standar pengauditan mencakup mutu profesional audit independen, pertimbangan yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan audit.
Pengukuran kualitas audit tetap masih merupakan sesuatu yang tidak jelas, tetapi pemakai laporan keuangan biasa mengaitkannya dengan reputasi auditor (Teoh and Wong, 1993). Auditor yang memiliki reputasi baik akan cenderung untuk mempertahankan kualitas auditnya agar reputasinya terjaga dan tidak kehilangan klien. Namun, apakah reputasi auditor dapat dijadikan proksi kualitas audit yang reliable masih diragukan karena tingginya kegagalan audit yang terungkap akhir-akhir ini. Menurut Craswell et al., (1995) karakteristik industri mungkin berpengaruh pada suatu perusahaan lebih besar dibandingkan pada perusahaan lain. O’Keefe (1994) juga berpendapat bahwa auditor industry specialization berhubungan positif dengan kualitas audit diukur dengan penilaian kepatuhan auditor terhadap GAAS. Auditor yang memiliki banyak klien dalam industri yang sama akan memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang risiko audit khusus yang mewakili industri tersebut. Spesialisasi dalam industri tertentu.
J.             Opini Audit Tahun Sebelumnya
            Auditee yang menerima Opini Audit Going Concern pada tahun sebelumnya akan dianggap memiliki masalah kelangsungan hidupnya, sehingga semakin besar kemungkinan bagi auditor untuk mengeluarkan Opini Audit Going Concern pada tahun berjalan. Setyarno, dkk (2006), menguji pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap prediksi Opini Audit Going Concern, dengan menggunakan discriminant analysis yang memasukan tipe Opini Audit tahun sebelumnnya mempunyai akurasi prediksi paling tinggi, yaitu 89,9%. Apabila tahun sebelumnya perusahaan mendapat Opini Audit Going Concern, maka tahun berikutnya kemungkinan auditor memberi Opini Audit Going Concern akan lebih besar.
Penerbitan Opini Audit Going Concern tidak terlepas dari Opini Audit tahun sebelumnya karena kegiatan usaha pada suatu perusahaan untuk tahun tertentu tidak terlepas dari keadaan yang terjadi di tahun sebelumnya. Setyarno, dkk (2006) menyatakan bahwa auditor dalam menerbitkan opini Going Concern akan mempertimbangkan Opini Audit Going Concern yang diterima oleh auditee pada tahun sebelumnya. Penelitian ini sejalan dengan Praptitorini dan Januarti (2007), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara Opini Audit Going Concern tahun sebelumnya dengan Opini Audit pada tahun berjalan.
Opini Audit tahun sebelumnya adalah Opini Audit yang diterima auditee pada tahun sebelumnya. Opini Audit tahun sebelumnya ini akan menjadi faktor pertimbangan penting auditor untuk mengeluarkan kembali Opini Audit Going Concern pada tahun berikutnya. Apabila auditor menerbitkan opini Opini Audit Going Concern tahun sebelumnya maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan akan menerima kembali Opini Audit Going Concern pada tahun berjalan. Setyarno dkk. (2004) memperkuat bukti mengenai Opini Audit Going Concern yang diterima tahun sebelumnya dengan Opini Audit Going Concern tahun berjalan. Ada hubungan positif yang signifikan antara Opini Audit Going Concern tahun sebelumnya dengan Opini Audit Going Concern tahun berjalan. Apabila pada tahun sebelumnya. auditor telah menerbitkan Opini Audit Going Concern, maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan kembali Opini Audit going cocern pada tahun berikutnya.


A.           Teori Agensi
Jensen dan Meckling (1976)  hubungan agensi merupakan hubungan kontrak antara prinsipal dan agen dimana prinsipal dalam hal ini shareholder (pemegang saham) mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making atau tugas tertentu kepada agen (manajer) sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi dalam internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham. Oleh karena itu, manajer berkewajiban memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan yang sebenarnya melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan.
Agency cost adalah risiko yang terjadi ketika seseorang (prinsipal) membayar seseorang (agen) untuk menjalankan sebuah tugas padahal kepentingan agen bertentangan atau tidak selaras dengan kepentingan prinsipal (Purbarini, 2007). Contoh dari hubungan yang mengakibatkan agency cost adalah hubungan antara pemegang saham yang memiliki saham publik dan manajer yang menjalankan perusahaan tersebut. Pemilik tentu menghendaki manajer menjalankan perusahaan dengan kaidah-kaidah yang memungkinkan maksimalisasi nilai saham, sementara di sisi lain manajer berkepentingan membangun kerajaan bisnis melalui ekspansi secara cepat namun kecenderungan menurunkan harga saham perusahaan. Eisenhardt (1989) menyatakan ada tiga asumsi sifat manusia terkait teori keagenan yaitu: (1) Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self-interest); (2) Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality); dan (3) Manusia selalu menghindari resiko (risk-averse).
Shareholder mendelegasikan pembuatan keputusan sehari-hari kepada manajer. Manajer ditugaskan dengan menggunakan dan mengawasi sumber-sumber ekonomi perusahaan. Bagaimanapun juga, berdasarkan asumsi sifat dasar manusia, manajer tidak selalu bertindak sesuai dengan keinginan terbaik pemegang saham. Hal ini memicu terjadinya konflik keagenan sehingga diperlukan pihak ketiga yang bersifat independen sebagai mediator antara dua kepentingan. Rahman dan Siregar (2012) menyatakan bahwa auditor dipandang sebagai pihak yang independen dianggap mampu menjembatani kepentingan prinsipal dan agen dalam melakukan monitoring terhadap kinerja manajemen apakah telah bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal melalui sebuah sarana yaitu laporan keuangan.
Auditor bertugas memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan perusahaan, dan mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya serta mengungkapkannya pada laporan audit (SPAP, 2011). Laporan audit memberikan peringatan awal mengenai kondisi keuangan perusahaan bagi prinsipal (Rahman dan Siregar, 2012). Data-data perusahaan akan lebih mudah dipercaya oleh investor dan pemakai laporan keuangan lainnya, apabila laporan keuangan yang mencerminkan kinerja dan kondisi keuangan perusahaan telah mendapat pernyataan wajar dari auditor (Komalasari, 2004). Dengan laporan keuangan auditan tersebut, pemakai laporan keuangan dapat mengambil keputusan yang tepat atas perusahaan.
B.            Signaling Theory
      Teori sinyal menjelaskan bahwa pemberian sinyal dilakukan oleh manajer untuk mengurangi asimetri informasi. Manajer memberikan informasi melalui laporan keuangan bahwa mereka menerapkan kebijakan akuntansi konservatisme yang menghasilkan laba yang lebih berkualitas karena prinsip ini mencegah perusahaan melakukan tindakan membesar-besarkan laba dan membantu pengguna laporan keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva yang tidak overstate (Watts, 2003a).
Signaling Theory mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain (Ratna dan Zuhrohtun, 2006).
Integritas informasi laporan keuangan yang mencerminkan nilai perusahaan merupakan sinyal positif yang dapat mempengaruhi opini investor dan kreditor atau pihak-pihak lain yang berkepentingan. Laporan keuangan seharusnya memberikan informasi yang berguna bagi investor dan kreditor untuk membuat keputusan investasi, kredit dan keputusan sejenis. Dalam signaling theory, pengeluaran investasi memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan. Peningkatan utang diartikan oleh pihak luar tentang kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban di masa yang akan datang atau adanya risiko bisnis yang rendah, hal tersebut akan direspon secara positif oleh pasar  (Brigham, 1999).
Singnaling theory menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal, karena terdapat asimetri informasi (Asymmetri Information) antara perusahaan dan pihak luar. Perusahaan (agent) mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar (investor, kreditor).
Kurangnya informasi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan mereka melindungi diri mereka dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan mengurangi asimetri informasi. Salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar, salah satunya berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang (Wolk et al., 2001).
Signaling theory juga dapat membantu pihak perusahaan (agent), pemilik (prinsipal), dan pihak luar perusahaan mengurangi asimetri informasi dengan menghasilkan kualitas atau integritas informasi laporan keuangan. Untuk memastikan pihak-pihak yang berkepentingan menyakini keandalan informasi keuangan yang disampaikan pihak perusahaan (agent), perlu mendapatkan opini dari pihak lain yang independen memberikan pendapat tentang laporan keuangan.

C.           Auditing
ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts) dalam Halim (2008,1) mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematik untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti audit secara objektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. Sedangkan menurut Mulyadi (2002,9), secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta menyampaikan hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.
D.           Opini Audit
Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 110, tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.
Opini Audit diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit sehingga auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya (Rahman dan Siregar, 2012). Auditor independen harus menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama dalam menentukan prosedur audit yang diperlukan untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup sebagai basis memadai dalam merumuskan pendapatnya. Pernyataan pendapat atas kewajaran laporan keuangan perusahaan diungkapkan dalam laporan audit yang mencakup paragraf, kalimat, frasa dan kata yang digunakan oleh auditor untuk mengkomunikasikan hasil audit kepada pemakai laporan auditnya. Laporan audit terdiri dari 3 paragraf antara lain: paragraf pengantar (introductury paragraph), paragraf lingkup (scope paragraph), dan paragraf pendapat (opinion paragraph) (Mulyadi,2002).
Opini Audit terdapat pada paragraf pendapat yang merupakan informasi utama dari laporan audit. Menurut SPAP SA Seksi 508 (PSA No. 29) Opini Audit terdiri atas lima jenis, yaitu :
1.             Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
Dalam pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.
2.             Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas (Unqualified Opinion with Explanatory Language)
saat keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf penjelas (atau bahasa penjelas lain) dalam laporan audit. Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkannya suatu paragraf meliputi:
a)      Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain.
b)      Untuk mencegah agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaan-keadaan yang luar biasa, laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh IAI.
c)      Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin tentang adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas, namun setelah mempertimbangkan rencana manajemen, auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen tersebut dapat secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal itu telah memadai.
d)     Di antara periode akuntansi terdapat suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip akuntansi atau dalam metode penerapannya.
e)      Keadaan tertentu yang berhubungan dengan laporan auditor atas laporan keuangan komparatif.
f)       Data keuangan kuartalan tertentu yang diharuskan oleh BAPEPAM namun tidak disajikan atau di-review.
g)      Informasi tambahan yang diharuskan oleh IAI-Dewan Standar Akuntansi Keuangan telah dihilangkan, yang penyajiannya menyimpang jauh dari panduan yang dikeluarkan oleh dewan tersebut, dan auditor tidak dapat melengkapi prosedur audit yang berkaitan dengan informasi tersebut, atau auditor tidak dapat menghilangkan keragu-raguan yang besar apakah informasi tambahan tersebut sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh dewan tersebut.
h)      Informasi lain dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan auditan secara material tidak konsisten dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
3.             Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditee menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, kacuali untuk dampak hal-hal yang dikecualikan. Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan dalam keadaan:
a)      Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit.
b)      Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar.
4.             Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion)
Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan keuangan auditee tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
5.             Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)
Pernyataan tidak memberikan pendapat jika auditor tidak dapat melaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga diberikan apabila ia dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien.
Arens (2008) menyatakan bahwa laporan audit adalah langkah terakhir dari proses audit. Laporan audit merupakan media yang dipakai oleh auditor dalam berkomunikasi dengan masyarakat lingkungannya (Mulyadi, 2002). Laporan audit terdiri dari 3 paragraf antara lain: paragraf pengantar (introductury paragraph), paragraf lingkup (scope paragraph), dan paragraf pendapat (opinion paragraph) (Mulyadi,2002). Auditor memberikan opini harus didasarkan pada keyakinan profesionalnya.
E.            Going Concern
            Going Concern merupakan kelangsungan hidup entitas. Dengan adanya Going Concern maka suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek. Jika auditor merasa yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kelangsungan hidup perusahaan maka auditor harus melakukan beberapa hal sbb, (SPAP,2001): (1) memperoleh informasi mengenai rencana manajemen untuk mengurangi dampak tersebut, dan (2) menetapkan kemungkinan bahwa rencana
tersebut akan dilaksanakan. Jika manajemen tidak memiliki rencana maka auditor akan memberikan opini disclaimer.
Going Concern adalah suatu dalil yang menyatakan bahwa kesatuan usaha akan menjalankan terus operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk mewujudkan proyeknya, tanggung jawab serta aktivitas-aktivitasnya yang tidak berhenti. Dalil ini memberikan gambaran bahwa suatu entitas akan diharapkan untuk beroperasi dalam jangka waktu yang tidak terbatas atau tidak diarahkan menuju ke arah likuidasi. Diperlukannya suatu operasi yang berlanjut dan berkesinambungan untuk menciptakan suatu konsekuensi bahwa laporan keuangan yang terbit di suatu periode mempunyai sifat sementara sebab masih merupakan satu rangkaian laporan keuangan yang berkelanjutan.
PSA 30 menyatakan bahwa Going Concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal yang berlawanan. Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup suatu usaha adalah berhubungan dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar secara bisnis biasa, restrukturiasi utang, perbaikan operasi yang diperlukan dari luar atau kegiatan serupa lainnya. Going Concern adalah kelangsungan hidup suatu entitas. Dengan adanya Going Concern maka suatu entitas dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang atau tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek. Suatu entitas dianggap Going Concern apabila perusahaan dapat melanjutkan operasinya dan memenuhi kewajibannya. Apabila perusahaan dapat melanjutkan usahanya dan memenuhi kewajibannya dengan menjual aset dalam jumlah yang besar, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar, merestukturisasi hutang, atau dengan kegiatan serupa yang lain. Hal yang demikan akan menimbulkan keraguan besar terhadap Going Concern perusahaan.


F.            Opini Audit Going Concern
      Audit auditor harus mengumpulkan bukti-bukti mengenai kewajaran informasi yang tercantum dalam laporan keuangan perusahaan dengan cara memeriksa catatan akuntansi yang mendukung laporan tersebut (Januarti dan Fitrianasari, 2008). Berdasarkan bukti-bukti tesebut auditor dapat memberikan pendapatnya mengenai kewajaran dari laporan keuangan perusahaan. Pendapat atau Opini Audit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan audit. Laporan keuangan merupakan sumber informasi yang digunakan auditor dalam memberikan pendapatnya yang disebut dengan Opini Audit. Opini Audit adalah bagian terpenting dari laporan audit auditor atas laporan keuangan yang diaudit. Opini Audit disampaikan dalam tiga paragraf yaitu paragraf pengantar, paragraf lingkup dan paragraf penadapat. Di paragraf pendapat ini auditor menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditannya. Opini Audit yang diberikan oleh auditor melalui beberapa tahapan audit sehingga auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang seharusnya diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya.
      SPAP seksi 341 terdapat 5 jenis opini atau pendapat auditor. Ketika auditor tidak menyangsikan kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas maka auditor memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian. Apabila auditor telah berkesimpulan bahwa rencana manajemen dapat secara efektif dilaksanakan dan auditor harus mempertimbangkan mengenai kecukupan pengungkapan mengenai sifat dan dampak kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan ia yakin adanya  kesangsian mengenai kelangsungan hidup satuan usaha dan rencana manajemen kemudian auditor berkesimpulan bahwa pengungkapan tersebut memadai maka auditor akan memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas. Apabila auditor menyangsikan kelangsungan hidup perusahaan dan auditor berkesimpulan bahwa manajemen tidak membuat pengungkapan dan mengenai sifat, dampak, kondisi dan peristiwa yang menyebabkan auditor menyangsikan kelangsungan hidup perusahaan maka auditor akan memberikan pendapat wajar dengan pengecualian.
      Jika pengungkapan di dalam rencana manajemen tidak memadai dalam pengungkapannya dan terdapat penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima umum, maka auditor akan memberikan opini tidak wajar. Apabila auditor menganggap bahwa rencana manajemen tidak dapat secara efektif mengurangi dampak negatif kondisi atau peristiwa tersebut maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat.
      Laporan auditan atas suatu laporan keuangan perusahaan sangat dibutuhkan oleh pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan tersebut. Salah satunya adalah investor yang menggunakannya sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi. Ketika auditor memberikan pendapatnya di dalam laporan auditan atas laporan keuangan suatu perusahaan, laporan ini juga dapat digunakan sebagai sarana komunikasi antara auditor dengan klien untuk mengetahui tentang keadaan perusahaan yang diauditnya.
      SPAP (2011) Opini Audit Going Concern adalah Opini Audit yang dikeluarkan oleh auditor karena terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Junaidi dan Hartono (2010) seorang auditor mempertimbangkan penerbitan opini Going Concern jika ia menemukan alasan atas keraguan keberlangsungan suatu perusahaan berdasarkan pengujian. SPAP seksi 341 memberikan pedoman kepada auditor tentang dampak kemampuan satuan usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap Opini Auditor sebagai berikut:
1.      Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas, auditor harus:
a)      Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditunjuk untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut.
b)      Menentukan apakah rencana tersebut dapat secara efektif dilaksanakan.
2.      Jika manajemen tidak memiliki rencana yang mengurangi dampak kondisi dan peristiwa terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, auditor mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan yang tidak memiliki pendapat.
3.      Jika manajemen memiliki rencana tersebut, langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh auditor adalah menyimpulkan bahwa efektifitas rencana tersebut, diantaranya:
a)      Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut tidak efektif, auditor menyatakan tidak memberikan pendapat.
b)      Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dan klien mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian.
c)      Jika auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi klien tidak mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor memberikan pendapat tidak wajar.
G.           Rasio Likuiditas
Likuiditas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya atau menganalisa dan menginterpretasikan posisi keuangan jangka pendek perusahaan (Munawir, 2002). Tingkat likuiditas perusahaan dapat diukur melalui current ratio. Current ratio dihitung dengan cara aktiva lancar dibagi hutang lancar. Rasio ini menunjukkan sejauh mana aktiva lancar dengan hutang lancar menutupi kewajiban-kewajiban lancar. Semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancar semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini dapat dibuat dalam bentuk berapa kali atau dalam bentuk persentasi. Apabila rasio lancar ini 1:1 atau 100% ini berarti bahwa aktiva lancar dapat menutupi semua hutang lancar. Rasio lancar yang lebih aman adalah jika berada diatas 1 atau diatas 100%. Artinya aktiva lancar harus jauh diatas jumlah hutang lancar.
Rasio Likuiditas, menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansial jangka pendek. Rasio ini ditunjukkan pada besar kecilnya aktiva lancar. Current Ratio, merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Jika perusahaan memiliki likuiditas (diproksi dengan current ratio) yang baik, maka kemungkinan untuk dapat meneruskan aktivitas usahanya akan lebih besar, sehingga kemungkinan untuk memperoleh opini Going Concern akan lebih sedikit. Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hani dkk. (2003), Eko (2006) menemukan bukti bahwa rasio likuiditas berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini Going Concern.
Sebagai parameter dari rasio likuiditas, penulis menggunakan Current Ratio yang dirumuskan sebagai berikut :
H.           Rasio Solvabilitas
Solvabilitas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek maupun jangka panjangnya (Munawir, 2002). Tingkat solvabilitas perusahaan dapat diukur dengan Debt to equito ratio. Debt to equito ratio adalah perbandingan jumlah utang dengan modal sendiri yang mengukur persentase penggunaan dana yang berasal dari kreditur. Rasio utang atas modal atau sering disebut rasio Leverage menggambarkan struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan, dengan demikian dapat dilihat struktur tidak tertagihnya hutang. Semakin kecil angka rasio ini semakin baik, yang dapat dihitung dengan rumus : total hutang / total ekuitas. Besarnya hutang yang terdapat dalam struktur modal perusahaan sangat penting untuk memahami perimbangan antara risiko dan laba yang didapat.
Rasio leverage merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban seandainya perusahaan dilikuidasi. Ratio tersebut diantaranya Debt To Equity Ratio. Dalam analisis solvabilitas rasio keuangan yang digunakan adalah Total Debt to Equity Ratio yang bertujuan untuk mengetahui tingkat likuiditas perusahaan dalam jangka panjang. . Dedi Kristianto (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa Total Debt to Equity Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap pemberian Opini Audit Going Concern. Barkah (2007) melakukan penelitian yang hasilnya menyatakan bahwa Total Debt to Equity Ratio berhubungan dengan kemungkinan pemberioan Opini Audit Going Concern.
Leverage atau solvabilitas menunjukkan seberapa banyak hutang digunakan oleh perusahaan. Leverage menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh hutang. Leverage juga menyediakan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam mengadaptasi kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga pada kreditor. Nilai leverage yang tinggi menunjukkan peningkatan dari risiko pada kreditor berupa ketidakmampuan perusahaan dalam membayar semua kewajibannya. Dari pihak pemegang saham, rasio yang tinggi akan mengakibatkan pembayaran bunga yang tinggi yang pada akhirnya akan mengurangi pembayaran dividen. Semakin tinggi rasio debt-to-total-asset, semakin besar risiko keuangannya dan semakin rendah rasio ini, maka akan semakin rendah risiko keuangannya. Semakin rendah rasio Debt to Equity Ratio (DER), semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham, dan semakin besar perlindungan bagi kreditor (margin perlindungan) jika terjadi penyusutan nilai aktiva atau kerugian besar (Horne, 2005).
Bagi investor saham biasa, utang mencerminkan risiko kerugian investasi, namun diimbangi dengan potensi keuntungan dari leverage financial. Leverage meningkatkan baik keberhasilan maupun kegagalan manajerial. Utang yang terlalu besar menghambat insentif dan fleksibilitas  manajemen untuk mengejar kesempatan mendapat keuntungan.
I.              Kualitas Audit
Craswell et al. (1995) menyatakan bahwa klien biasanya mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari Kantor Akuntan Publik besar dan yang memiliki afiliasi dengan Kantor Akuntan Publik internasional yang memiliki kualitas yang lebih tinggi karena auditor tersebut memiliki karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas, seperti pelatihan, pengakuan internasional, serta adanya peer review. De Angelo (1981) mengatakan bahwa peningkatan kualitas audit akan mempertinggi skala Kantor Akuntan Publik yang juga akan berpengaruh pada klien dalam memilih Kantor Akuntan Publik.
Ukuran auditor berhubungan positif dengan kualitas auditor. Economies of scale KAP yang besar akan memberikan insentif yang kuat untuk mematuhi aturan SEC sebagai cara pengembangan dan pemasaran keahlian KAP tersebut. Sharma dan Sidhu (2001) menggolongkan reputasi Kantor Akuntan Publik ke dalam skala big six firms dan non big six firms untuk melihat tingkat independensi serta kecenderungan sebuah Kantor Akuntan Publik terhadap besarnya biaya audit yang diterimanya.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, proksi yang sering digunakan untuk menilai Kualitas Audit adalah dengan menggunakan skala Kantor Akuntan Publik. Fanny dan Saputra (2005) menyatakan, ketika sebuah Kantor Akuntan Publik mengklaim dirinya sebagai KAP besar seperti yang dilakukan oleh big four firms, maka mereka akan berusaha keras untuk menjaga nama besar tersebut, mereka menghindari tindakan-tindakan yang dapat mengganggu nama besar mereka. Standar pengauditan mencakup mutu profesional audit independen, pertimbangan yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan audit.
Pengukuran kualitas audit tetap masih merupakan sesuatu yang tidak jelas, tetapi pemakai laporan keuangan biasa mengaitkannya dengan reputasi auditor (Teoh and Wong, 1993). Auditor yang memiliki reputasi baik akan cenderung untuk mempertahankan kualitas auditnya agar reputasinya terjaga dan tidak kehilangan klien. Namun, apakah reputasi auditor dapat dijadikan proksi kualitas audit yang reliable masih diragukan karena tingginya kegagalan audit yang terungkap akhir-akhir ini. Menurut Craswell et al., (1995) karakteristik industri mungkin berpengaruh pada suatu perusahaan lebih besar dibandingkan pada perusahaan lain. O’Keefe (1994) juga berpendapat bahwa auditor industry specialization berhubungan positif dengan kualitas audit diukur dengan penilaian kepatuhan auditor terhadap GAAS. Auditor yang memiliki banyak klien dalam industri yang sama akan memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang risiko audit khusus yang mewakili industri tersebut. Spesialisasi dalam industri tertentu.
J.             Opini Audit Tahun Sebelumnya
            Auditee yang menerima Opini Audit Going Concern pada tahun sebelumnya akan dianggap memiliki masalah kelangsungan hidupnya, sehingga semakin besar kemungkinan bagi auditor untuk mengeluarkan Opini Audit Going Concern pada tahun berjalan. Setyarno, dkk (2006), menguji pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap prediksi Opini Audit Going Concern, dengan menggunakan discriminant analysis yang memasukan tipe Opini Audit tahun sebelumnnya mempunyai akurasi prediksi paling tinggi, yaitu 89,9%. Apabila tahun sebelumnya perusahaan mendapat Opini Audit Going Concern, maka tahun berikutnya kemungkinan auditor memberi Opini Audit Going Concern akan lebih besar.
Penerbitan Opini Audit Going Concern tidak terlepas dari Opini Audit tahun sebelumnya karena kegiatan usaha pada suatu perusahaan untuk tahun tertentu tidak terlepas dari keadaan yang terjadi di tahun sebelumnya. Setyarno, dkk (2006) menyatakan bahwa auditor dalam menerbitkan opini Going Concern akan mempertimbangkan Opini Audit Going Concern yang diterima oleh auditee pada tahun sebelumnya. Penelitian ini sejalan dengan Praptitorini dan Januarti (2007), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara Opini Audit Going Concern tahun sebelumnya dengan Opini Audit pada tahun berjalan.
Opini Audit tahun sebelumnya adalah Opini Audit yang diterima auditee pada tahun sebelumnya. Opini Audit tahun sebelumnya ini akan menjadi faktor pertimbangan penting auditor untuk mengeluarkan kembali Opini Audit Going Concern pada tahun berikutnya. Apabila auditor menerbitkan opini Opini Audit Going Concern tahun sebelumnya maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan akan menerima kembali Opini Audit Going Concern pada tahun berjalan. Setyarno dkk. (2004) memperkuat bukti mengenai Opini Audit Going Concern yang diterima tahun sebelumnya dengan Opini Audit Going Concern tahun berjalan. Ada hubungan positif yang signifikan antara Opini Audit Going Concern tahun sebelumnya dengan Opini Audit Going Concern tahun berjalan. Apabila pada tahun sebelumnya. auditor telah menerbitkan Opini Audit Going Concern, maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan kembali Opini Audit going cocern pada tahun berikutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar