A.
Teori Agensi
Jensen
dan Meckling (1976) hubungan agensi
merupakan hubungan kontrak antara prinsipal dan agen dimana prinsipal dalam hal
ini shareholder (pemegang saham) mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision
making atau tugas tertentu kepada agen (manajer) sesuai dengan kontrak
kerja yang telah disepakati. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak
mengetahui informasi dalam internal dan prospek perusahaan di masa yang akan
datang dibandingkan pemegang saham. Oleh karena itu, manajer berkewajiban
memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan yang sebenarnya melalui
pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan.
Agency
cost adalah risiko yang terjadi ketika seseorang (prinsipal) membayar
seseorang (agen) untuk menjalankan sebuah tugas padahal kepentingan agen
bertentangan atau tidak selaras dengan kepentingan prinsipal (Purbarini, 2007).
Contoh dari hubungan yang mengakibatkan agency cost adalah hubungan
antara pemegang saham yang memiliki saham publik dan manajer yang menjalankan
perusahaan tersebut. Pemilik tentu menghendaki manajer menjalankan perusahaan
dengan kaidah-kaidah yang memungkinkan maksimalisasi nilai saham, sementara di
sisi lain manajer berkepentingan membangun kerajaan bisnis melalui ekspansi
secara cepat namun kecenderungan menurunkan harga saham perusahaan. Eisenhardt
(1989) menyatakan ada tiga asumsi sifat manusia terkait teori keagenan yaitu:
(1) Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self-interest); (2)
Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded
rationality); dan (3) Manusia selalu menghindari resiko (risk-averse).
Shareholder
mendelegasikan pembuatan keputusan sehari-hari kepada manajer. Manajer
ditugaskan dengan menggunakan dan mengawasi sumber-sumber ekonomi perusahaan.
Bagaimanapun juga, berdasarkan asumsi sifat dasar manusia, manajer tidak selalu
bertindak sesuai dengan keinginan terbaik pemegang saham. Hal ini memicu
terjadinya konflik keagenan sehingga diperlukan pihak ketiga yang bersifat
independen sebagai mediator antara dua kepentingan. Rahman dan Siregar (2012)
menyatakan bahwa auditor dipandang sebagai pihak yang independen dianggap mampu
menjembatani kepentingan prinsipal dan agen dalam melakukan monitoring terhadap
kinerja manajemen apakah telah bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal
melalui sebuah sarana yaitu laporan keuangan.
Auditor
bertugas memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan perusahaan, dan
mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan perusahaan
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya serta mengungkapkannya pada laporan
audit (SPAP, 2011). Laporan audit memberikan peringatan awal mengenai kondisi
keuangan perusahaan bagi prinsipal (Rahman dan Siregar, 2012). Data-data
perusahaan akan lebih mudah dipercaya oleh investor dan pemakai laporan
keuangan lainnya, apabila laporan keuangan yang mencerminkan kinerja dan
kondisi keuangan perusahaan telah mendapat pernyataan wajar dari auditor
(Komalasari, 2004). Dengan laporan keuangan auditan tersebut, pemakai laporan
keuangan dapat mengambil keputusan yang tepat atas perusahaan.
B.
Signaling Theory
Teori
sinyal menjelaskan bahwa pemberian sinyal dilakukan oleh manajer untuk
mengurangi asimetri informasi. Manajer memberikan informasi melalui laporan
keuangan bahwa mereka menerapkan kebijakan akuntansi konservatisme yang
menghasilkan laba yang lebih berkualitas karena prinsip ini mencegah perusahaan
melakukan tindakan membesar-besarkan laba dan membantu pengguna laporan
keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva yang tidak overstate (Watts, 2003a).
Signaling Theory mengemukakan tentang bagaimana
seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan.
Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen
untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau
informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan
lain (Ratna dan Zuhrohtun, 2006).
Integritas informasi laporan keuangan yang
mencerminkan nilai perusahaan merupakan sinyal positif yang dapat mempengaruhi
opini investor dan kreditor atau pihak-pihak lain yang berkepentingan. Laporan
keuangan seharusnya memberikan informasi yang berguna bagi investor dan kreditor
untuk membuat keputusan investasi, kredit dan keputusan sejenis. Dalam
signaling theory, pengeluaran investasi memberikan sinyal positif tentang
pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga meningkatkan harga
saham sebagai indikator nilai perusahaan. Peningkatan utang diartikan oleh
pihak luar tentang kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban di masa yang akan
datang atau adanya risiko bisnis yang rendah, hal tersebut akan direspon secara
positif oleh pasar (Brigham, 1999).
Singnaling theory menjelaskan mengapa perusahaan
mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak
eksternal, karena terdapat asimetri informasi (Asymmetri Information) antara
perusahaan dan pihak luar. Perusahaan (agent) mengetahui lebih banyak mengenai
perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar (investor,
kreditor).
Kurangnya informasi pihak luar mengenai perusahaan
menyebabkan mereka melindungi diri mereka dengan memberikan harga yang rendah
untuk perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan
mengurangi asimetri informasi. Salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetri
adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar, salah satunya berupa informasi
keuangan yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai
prospek perusahaan yang akan datang (Wolk et al., 2001).
Signaling theory juga dapat membantu pihak
perusahaan (agent), pemilik (prinsipal), dan pihak luar perusahaan mengurangi
asimetri informasi dengan menghasilkan kualitas atau integritas informasi
laporan keuangan. Untuk memastikan pihak-pihak yang berkepentingan menyakini keandalan
informasi keuangan yang disampaikan pihak perusahaan (agent), perlu mendapatkan
opini dari pihak lain yang independen memberikan pendapat tentang laporan
keuangan.
C.
Auditing
ASOBAC
(A Statement of Basic Auditing Concepts) dalam Halim (2008,1)
mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematik untuk menghimpun
dan mengevaluasi bukti-bukti audit secara objektif mengenai asersi-asersi
tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat
kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan
dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. Sedangkan menurut
Mulyadi (2002,9), secara umum auditing adalah suatu proses sistematik
untuk memperoleh dan mengevaluasi secara objektif mengenai
pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi. Tujuannya adalah
untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut
dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta menyampaikan hasil-hasilnya kepada
pemakai yang berkepentingan.
D.
Opini Audit
Berdasarkan
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 110, tujuan audit atas
laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan
pendapat tentang kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan,
hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia. Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk
memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah
saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.
Opini Audit diberikan oleh auditor melalui beberapa
tahap audit sehingga auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus
diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya (Rahman dan Siregar, 2012).
Auditor independen harus menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan
seksama dalam menentukan prosedur audit yang diperlukan untuk memperoleh bukti
audit kompeten yang cukup sebagai basis memadai dalam merumuskan pendapatnya.
Pernyataan pendapat atas kewajaran laporan keuangan perusahaan diungkapkan
dalam laporan audit yang mencakup paragraf, kalimat, frasa dan kata yang
digunakan oleh auditor untuk mengkomunikasikan hasil audit kepada pemakai
laporan auditnya. Laporan audit terdiri dari 3 paragraf antara lain: paragraf
pengantar (introductury paragraph), paragraf lingkup (scope paragraph),
dan paragraf pendapat (opinion paragraph) (Mulyadi,2002).
Opini Audit terdapat pada paragraf pendapat yang
merupakan informasi utama dari laporan audit. Menurut SPAP SA Seksi 508 (PSA
No. 29) Opini Audit terdiri atas lima jenis, yaitu :
1.
Pendapat Wajar
Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
Dalam pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor
menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang
material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.
2.
Pendapat Wajar
Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas (Unqualified Opinion with
Explanatory Language)
saat keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu
paragraf penjelas (atau bahasa penjelas lain) dalam laporan audit. Keadaan yang
menjadi penyebab utama ditambahkannya suatu paragraf meliputi:
a)
Pendapat auditor
sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain.
b)
Untuk mencegah
agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaan-keadaan yang luar biasa,
laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu prinsip akuntansi yang
dikeluarkan oleh IAI.
c)
Jika terdapat
kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin tentang adanya
kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas, namun setelah mempertimbangkan
rencana manajemen, auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen tersebut dapat
secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal itu telah memadai.
d)
Di antara periode
akuntansi terdapat suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip akuntansi
atau dalam metode penerapannya.
e)
Keadaan tertentu
yang berhubungan dengan laporan auditor atas laporan keuangan komparatif.
f)
Data keuangan
kuartalan tertentu yang diharuskan oleh BAPEPAM namun tidak disajikan atau di-review.
g)
Informasi
tambahan yang diharuskan oleh IAI-Dewan Standar Akuntansi Keuangan telah
dihilangkan, yang penyajiannya menyimpang jauh dari panduan yang dikeluarkan
oleh dewan tersebut, dan auditor tidak dapat melengkapi prosedur audit yang
berkaitan dengan informasi tersebut, atau auditor tidak dapat menghilangkan
keragu-raguan yang besar apakah informasi tambahan tersebut sesuai dengan
panduan yang dikeluarkan oleh dewan tersebut.
h)
Informasi lain
dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan auditan secara material tidak
konsisten dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
3.
Pendapat Wajar
dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditee
menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang material
sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, kacuali untuk
dampak hal-hal yang dikecualikan. Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan
dalam keadaan:
a)
Tidak adanya
bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit.
b)
Auditor yakin
bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima
umum di Indonesia, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak
menyatakan pendapat tidak wajar.
4.
Pendapat Tidak
Wajar (Adverse Opinion)
Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila
laporan keuangan auditee tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan
sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
5.
Tidak Memberikan
Pendapat (Disclaimer of Opinion)
Pernyataan tidak memberikan pendapat jika auditor
tidak dapat melaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan
memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga diberikan apabila
ia dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien.
Arens
(2008) menyatakan bahwa laporan audit adalah langkah terakhir dari proses
audit. Laporan audit merupakan media yang dipakai oleh auditor dalam
berkomunikasi dengan masyarakat lingkungannya (Mulyadi, 2002). Laporan audit
terdiri dari 3 paragraf antara lain: paragraf pengantar (introductury
paragraph), paragraf lingkup (scope paragraph), dan paragraf
pendapat (opinion paragraph) (Mulyadi,2002). Auditor memberikan opini
harus didasarkan pada keyakinan profesionalnya.
E.
Going Concern
Going Concern merupakan
kelangsungan hidup entitas. Dengan adanya Going Concern maka suatu
entitas dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka
panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek. Jika auditor merasa
yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kelangsungan hidup perusahaan maka
auditor harus melakukan beberapa hal sbb, (SPAP,2001): (1) memperoleh informasi
mengenai rencana manajemen untuk mengurangi dampak tersebut, dan (2) menetapkan
kemungkinan bahwa rencana
tersebut
akan dilaksanakan. Jika manajemen tidak memiliki rencana maka auditor akan memberikan
opini disclaimer.
Going
Concern adalah suatu dalil yang menyatakan bahwa kesatuan usaha akan
menjalankan terus operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk
mewujudkan proyeknya, tanggung jawab serta aktivitas-aktivitasnya yang tidak
berhenti. Dalil ini memberikan gambaran bahwa suatu entitas akan diharapkan
untuk beroperasi dalam jangka waktu yang tidak terbatas atau tidak diarahkan
menuju ke arah likuidasi. Diperlukannya suatu operasi yang berlanjut dan
berkesinambungan untuk menciptakan suatu konsekuensi bahwa laporan keuangan
yang terbit di suatu periode mempunyai sifat sementara sebab masih merupakan
satu rangkaian laporan keuangan yang berkelanjutan.
PSA
30 menyatakan bahwa Going Concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan
keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal yang
berlawanan. Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan
dengan asumsi kelangsungan hidup suatu usaha adalah berhubungan dengan
ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo
tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar secara bisnis
biasa, restrukturiasi utang, perbaikan operasi yang diperlukan dari luar atau
kegiatan serupa lainnya. Going Concern adalah kelangsungan hidup suatu
entitas. Dengan adanya Going Concern maka suatu entitas dianggap akan
mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang atau tidak akan
dilikuidasi dalam jangka pendek. Suatu entitas dianggap Going Concern apabila
perusahaan dapat melanjutkan operasinya dan memenuhi kewajibannya. Apabila
perusahaan dapat melanjutkan usahanya dan memenuhi kewajibannya dengan menjual
aset dalam jumlah yang besar, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar,
merestukturisasi hutang, atau dengan kegiatan serupa yang lain. Hal yang
demikan akan menimbulkan keraguan besar terhadap Going Concern perusahaan.
F.
Opini Audit Going Concern
Audit auditor harus mengumpulkan
bukti-bukti mengenai kewajaran informasi yang tercantum dalam laporan keuangan
perusahaan dengan cara memeriksa catatan akuntansi yang mendukung laporan
tersebut (Januarti dan Fitrianasari, 2008). Berdasarkan bukti-bukti tesebut
auditor dapat memberikan pendapatnya mengenai kewajaran dari laporan keuangan
perusahaan. Pendapat atau Opini Audit merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari laporan audit. Laporan keuangan merupakan sumber informasi yang digunakan
auditor dalam memberikan pendapatnya yang disebut dengan Opini Audit. Opini
Audit adalah bagian terpenting dari laporan audit auditor atas laporan keuangan
yang diaudit. Opini Audit disampaikan dalam tiga paragraf yaitu paragraf
pengantar, paragraf lingkup dan paragraf penadapat. Di paragraf pendapat ini
auditor menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditannya. Opini Audit yang
diberikan oleh auditor melalui beberapa tahapan audit sehingga auditor dapat
memberikan kesimpulan atas opini yang seharusnya diberikan atas laporan
keuangan yang diauditnya.
SPAP seksi 341 terdapat 5 jenis opini atau
pendapat auditor. Ketika auditor tidak menyangsikan kemampuan satuan usaha
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas maka
auditor memberikan pendapat wajar tanpa
pengecualian. Apabila auditor telah berkesimpulan bahwa rencana
manajemen dapat secara efektif dilaksanakan dan auditor harus mempertimbangkan
mengenai kecukupan pengungkapan mengenai sifat dan dampak kondisi dan peristiwa
yang semula menyebabkan ia yakin adanya kesangsian
mengenai kelangsungan hidup satuan usaha dan rencana manajemen kemudian auditor
berkesimpulan bahwa pengungkapan tersebut memadai maka auditor akan memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan
paragraf penjelas. Apabila auditor menyangsikan kelangsungan hidup
perusahaan dan auditor berkesimpulan bahwa manajemen tidak membuat pengungkapan
dan mengenai sifat, dampak, kondisi dan peristiwa yang menyebabkan auditor
menyangsikan kelangsungan hidup perusahaan maka auditor akan memberikan pendapat wajar dengan pengecualian.
Jika pengungkapan di dalam rencana
manajemen tidak memadai dalam pengungkapannya dan terdapat penyimpangan dari
prinsip akuntansi berterima umum, maka auditor akan memberikan opini tidak wajar. Apabila auditor
menganggap bahwa rencana manajemen tidak dapat secara efektif mengurangi dampak
negatif kondisi atau peristiwa tersebut maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat.
Laporan auditan atas suatu laporan
keuangan perusahaan sangat dibutuhkan oleh pihak yang berkepentingan terhadap
perusahaan tersebut. Salah satunya adalah investor yang menggunakannya sebagai
pedoman dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi. Ketika auditor
memberikan pendapatnya di dalam laporan auditan atas laporan keuangan suatu
perusahaan, laporan ini juga dapat digunakan sebagai sarana komunikasi antara
auditor dengan klien untuk mengetahui tentang keadaan perusahaan yang
diauditnya.
SPAP (2011) Opini Audit Going Concern adalah
Opini Audit yang dikeluarkan oleh auditor karena terdapat kesangsian besar
mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Junaidi
dan Hartono (2010) seorang auditor mempertimbangkan penerbitan opini Going
Concern jika ia menemukan alasan atas keraguan keberlangsungan suatu
perusahaan berdasarkan pengujian. SPAP seksi 341 memberikan pedoman kepada
auditor tentang dampak kemampuan satuan usaha untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya terhadap Opini Auditor sebagai berikut:
1. Jika
auditor yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kemampuan satuan usaha dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas, auditor
harus:
a) Memperoleh
informasi mengenai rencana manajemen yang ditunjuk untuk mengurangi dampak
kondisi dan peristiwa tersebut.
b) Menentukan
apakah rencana tersebut dapat secara efektif dilaksanakan.
2. Jika
manajemen tidak memiliki rencana yang mengurangi dampak kondisi dan peristiwa
terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya,
auditor mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan yang tidak memiliki
pendapat.
3. Jika
manajemen memiliki rencana tersebut, langkah selanjutnya yang harus dilakukan
oleh auditor adalah menyimpulkan bahwa efektifitas rencana tersebut,
diantaranya:
a) Jika
auditor berkesimpulan rencana tersebut tidak efektif, auditor menyatakan tidak
memberikan pendapat.
b) Jika
auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dan klien mengungkapkan dalam
catatan laporan keuangan, auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian.
c) Jika
auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi klien tidak
mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor memberikan pendapat tidak
wajar.
G.
Rasio
Likuiditas
Likuiditas
perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka
pendeknya atau menganalisa dan menginterpretasikan posisi keuangan jangka pendek
perusahaan (Munawir, 2002). Tingkat likuiditas perusahaan dapat diukur melalui
current ratio. Current ratio dihitung dengan cara aktiva lancar dibagi hutang
lancar. Rasio ini menunjukkan sejauh mana aktiva lancar dengan hutang lancar
menutupi kewajiban-kewajiban lancar. Semakin besar perbandingan aktiva lancar
dengan hutang lancar semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban
jangka pendeknya. Rasio ini dapat dibuat dalam bentuk berapa kali atau dalam
bentuk persentasi. Apabila rasio lancar ini 1:1 atau 100% ini berarti bahwa
aktiva lancar dapat menutupi semua hutang lancar. Rasio lancar yang lebih aman
adalah jika berada diatas 1 atau diatas 100%. Artinya aktiva lancar harus jauh
diatas jumlah hutang lancar.
Rasio
Likuiditas, menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansial
jangka pendek. Rasio ini ditunjukkan pada besar kecilnya aktiva lancar. Current
Ratio, merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Jika
perusahaan memiliki likuiditas (diproksi dengan current ratio) yang baik, maka
kemungkinan untuk dapat meneruskan aktivitas usahanya akan lebih besar,
sehingga kemungkinan untuk memperoleh opini Going
Concern akan lebih sedikit. Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Hani dkk. (2003), Eko (2006) menemukan bukti
bahwa rasio likuiditas berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini Going Concern.
Sebagai
parameter dari rasio likuiditas, penulis menggunakan Current Ratio yang
dirumuskan sebagai berikut :
H.
Rasio
Solvabilitas
Solvabilitas perusahaan merupakan kemampuan
perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek maupun jangka panjangnya
(Munawir, 2002). Tingkat solvabilitas perusahaan dapat diukur dengan Debt to
equito ratio. Debt to equito ratio adalah perbandingan jumlah utang dengan
modal sendiri yang mengukur persentase penggunaan dana yang berasal dari
kreditur. Rasio utang atas modal atau sering disebut rasio Leverage menggambarkan
struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan, dengan demikian dapat dilihat
struktur tidak tertagihnya hutang. Semakin kecil angka rasio ini semakin baik,
yang dapat dihitung dengan rumus : total hutang / total ekuitas. Besarnya
hutang yang terdapat dalam struktur modal perusahaan sangat penting untuk
memahami perimbangan antara risiko dan laba yang didapat.
Rasio
leverage merupakan rasio yang
mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban seandainya perusahaan
dilikuidasi. Ratio tersebut diantaranya Debt
To Equity Ratio. Dalam analisis solvabilitas rasio keuangan yang digunakan
adalah Total Debt to Equity Ratio yang
bertujuan untuk mengetahui tingkat likuiditas perusahaan dalam jangka panjang.
. Dedi Kristianto (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa Total Debt to
Equity Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap pemberian Opini Audit Going
Concern. Barkah (2007) melakukan penelitian yang hasilnya menyatakan bahwa Total
Debt to Equity Ratio berhubungan dengan kemungkinan pemberioan Opini Audit Going
Concern.
Leverage
atau solvabilitas menunjukkan seberapa banyak hutang digunakan oleh perusahaan.
Leverage menekankan pentingnya
pendanaan hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang
didukung oleh hutang. Leverage juga
menyediakan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam mengadaptasi kondisi
pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga pada
kreditor. Nilai leverage yang tinggi menunjukkan
peningkatan dari risiko pada kreditor berupa ketidakmampuan perusahaan dalam
membayar semua kewajibannya. Dari pihak pemegang saham, rasio yang tinggi akan
mengakibatkan pembayaran bunga yang tinggi yang pada akhirnya akan mengurangi
pembayaran dividen. Semakin tinggi rasio debt-to-total-asset, semakin besar
risiko keuangannya dan semakin rendah rasio ini, maka akan semakin rendah
risiko keuangannya. Semakin rendah rasio Debt
to Equity Ratio (DER), semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang
disediakan oleh pemegang saham, dan semakin besar perlindungan bagi kreditor
(margin perlindungan) jika terjadi penyusutan nilai aktiva atau kerugian besar
(Horne, 2005).
Bagi investor saham
biasa, utang mencerminkan risiko kerugian investasi, namun diimbangi dengan
potensi keuntungan dari leverage
financial. Leverage meningkatkan
baik keberhasilan maupun kegagalan manajerial. Utang yang terlalu besar
menghambat insentif dan fleksibilitas manajemen
untuk mengejar kesempatan mendapat keuntungan.
I.
Kualitas Audit
Craswell
et al. (1995) menyatakan bahwa klien
biasanya mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari Kantor Akuntan Publik
besar dan yang memiliki afiliasi dengan Kantor Akuntan Publik internasional yang
memiliki kualitas yang lebih tinggi karena auditor tersebut memiliki
karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas, seperti pelatihan,
pengakuan internasional, serta adanya peer review. De Angelo
(1981) mengatakan bahwa peningkatan kualitas audit akan mempertinggi skala
Kantor Akuntan Publik yang juga akan berpengaruh pada klien dalam memilih
Kantor Akuntan Publik.
Ukuran
auditor berhubungan positif dengan kualitas auditor. Economies of scale KAP
yang besar akan memberikan insentif yang kuat untuk mematuhi aturan SEC sebagai
cara pengembangan dan pemasaran keahlian KAP tersebut. Sharma dan Sidhu (2001)
menggolongkan reputasi Kantor Akuntan Publik ke dalam skala big six firms dan
non big six firms untuk melihat tingkat independensi serta kecenderungan
sebuah Kantor Akuntan Publik terhadap besarnya biaya audit yang diterimanya.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, proksi
yang sering digunakan untuk menilai Kualitas Audit adalah dengan menggunakan
skala Kantor Akuntan Publik. Fanny dan Saputra (2005) menyatakan, ketika sebuah
Kantor Akuntan Publik mengklaim dirinya sebagai KAP besar seperti yang
dilakukan oleh big four firms, maka mereka akan berusaha keras untuk
menjaga nama besar tersebut, mereka menghindari tindakan-tindakan yang dapat
mengganggu nama besar mereka. Standar pengauditan mencakup mutu profesional
audit independen, pertimbangan yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan
penyusunan laporan audit.
Pengukuran kualitas audit tetap masih merupakan
sesuatu yang tidak jelas, tetapi pemakai laporan keuangan biasa mengaitkannya
dengan reputasi auditor (Teoh and Wong, 1993). Auditor yang memiliki reputasi
baik akan cenderung untuk mempertahankan kualitas auditnya agar reputasinya terjaga
dan tidak kehilangan klien. Namun, apakah reputasi auditor dapat dijadikan
proksi kualitas audit yang reliable masih diragukan karena tingginya
kegagalan audit yang terungkap akhir-akhir ini. Menurut Craswell et al., (1995)
karakteristik industri mungkin berpengaruh pada suatu perusahaan lebih besar
dibandingkan pada perusahaan lain. O’Keefe (1994) juga berpendapat bahwa auditor
industry specialization berhubungan positif dengan kualitas audit diukur
dengan penilaian kepatuhan auditor terhadap GAAS. Auditor yang memiliki banyak
klien dalam industri yang sama akan memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang
risiko audit khusus yang mewakili industri tersebut. Spesialisasi dalam
industri tertentu.
J.
Opini Audit Tahun Sebelumnya
Auditee
yang
menerima Opini Audit Going Concern pada tahun sebelumnya akan dianggap
memiliki masalah kelangsungan hidupnya, sehingga semakin besar kemungkinan bagi
auditor untuk mengeluarkan Opini Audit Going Concern pada tahun
berjalan. Setyarno, dkk (2006),
menguji pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap prediksi Opini Audit Going
Concern, dengan menggunakan discriminant analysis yang memasukan
tipe Opini Audit tahun sebelumnnya mempunyai akurasi prediksi paling tinggi,
yaitu 89,9%. Apabila tahun sebelumnya perusahaan mendapat Opini Audit Going
Concern, maka tahun berikutnya kemungkinan auditor memberi Opini Audit Going
Concern akan lebih besar.
Penerbitan Opini Audit Going Concern tidak
terlepas dari Opini Audit tahun sebelumnya karena kegiatan usaha pada suatu
perusahaan untuk tahun tertentu tidak terlepas dari keadaan yang terjadi di
tahun sebelumnya. Setyarno, dkk (2006) menyatakan bahwa auditor dalam menerbitkan
opini Going Concern akan mempertimbangkan Opini Audit Going Concern yang
diterima oleh auditee pada tahun sebelumnya. Penelitian ini sejalan
dengan Praptitorini dan Januarti (2007), yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang positif dan signifikan antara Opini Audit Going Concern tahun
sebelumnya dengan Opini Audit pada tahun berjalan.
Opini Audit tahun sebelumnya adalah Opini Audit yang
diterima auditee pada tahun sebelumnya. Opini Audit tahun sebelumnya ini akan
menjadi faktor pertimbangan penting auditor untuk mengeluarkan kembali Opini
Audit Going Concern pada tahun
berikutnya. Apabila auditor menerbitkan opini Opini Audit Going Concern tahun sebelumnya maka akan semakin besar kemungkinan
perusahaan akan menerima kembali Opini Audit Going Concern pada tahun berjalan. Setyarno dkk. (2004) memperkuat
bukti mengenai Opini Audit Going Concern
yang diterima tahun sebelumnya dengan Opini Audit Going Concern tahun berjalan. Ada hubungan positif yang signifikan
antara Opini Audit Going Concern
tahun sebelumnya dengan Opini Audit Going
Concern tahun berjalan. Apabila pada tahun sebelumnya. auditor telah
menerbitkan Opini Audit Going Concern, maka akan semakin besar
kemungkinan auditor untuk menerbitkan kembali Opini Audit going cocern pada
tahun berikutnya.
A.
Teori Agensi
Jensen
dan Meckling (1976) hubungan agensi
merupakan hubungan kontrak antara prinsipal dan agen dimana prinsipal dalam hal
ini shareholder (pemegang saham) mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision
making atau tugas tertentu kepada agen (manajer) sesuai dengan kontrak
kerja yang telah disepakati. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak
mengetahui informasi dalam internal dan prospek perusahaan di masa yang akan
datang dibandingkan pemegang saham. Oleh karena itu, manajer berkewajiban
memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan yang sebenarnya melalui
pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan.
Agency
cost adalah risiko yang terjadi ketika seseorang (prinsipal) membayar
seseorang (agen) untuk menjalankan sebuah tugas padahal kepentingan agen
bertentangan atau tidak selaras dengan kepentingan prinsipal (Purbarini, 2007).
Contoh dari hubungan yang mengakibatkan agency cost adalah hubungan
antara pemegang saham yang memiliki saham publik dan manajer yang menjalankan
perusahaan tersebut. Pemilik tentu menghendaki manajer menjalankan perusahaan
dengan kaidah-kaidah yang memungkinkan maksimalisasi nilai saham, sementara di
sisi lain manajer berkepentingan membangun kerajaan bisnis melalui ekspansi
secara cepat namun kecenderungan menurunkan harga saham perusahaan. Eisenhardt
(1989) menyatakan ada tiga asumsi sifat manusia terkait teori keagenan yaitu:
(1) Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self-interest); (2)
Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded
rationality); dan (3) Manusia selalu menghindari resiko (risk-averse).
Shareholder
mendelegasikan pembuatan keputusan sehari-hari kepada manajer. Manajer
ditugaskan dengan menggunakan dan mengawasi sumber-sumber ekonomi perusahaan.
Bagaimanapun juga, berdasarkan asumsi sifat dasar manusia, manajer tidak selalu
bertindak sesuai dengan keinginan terbaik pemegang saham. Hal ini memicu
terjadinya konflik keagenan sehingga diperlukan pihak ketiga yang bersifat
independen sebagai mediator antara dua kepentingan. Rahman dan Siregar (2012)
menyatakan bahwa auditor dipandang sebagai pihak yang independen dianggap mampu
menjembatani kepentingan prinsipal dan agen dalam melakukan monitoring terhadap
kinerja manajemen apakah telah bertindak sesuai dengan keinginan prinsipal
melalui sebuah sarana yaitu laporan keuangan.
Auditor
bertugas memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan perusahaan, dan
mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan perusahaan
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya serta mengungkapkannya pada laporan
audit (SPAP, 2011). Laporan audit memberikan peringatan awal mengenai kondisi
keuangan perusahaan bagi prinsipal (Rahman dan Siregar, 2012). Data-data
perusahaan akan lebih mudah dipercaya oleh investor dan pemakai laporan
keuangan lainnya, apabila laporan keuangan yang mencerminkan kinerja dan
kondisi keuangan perusahaan telah mendapat pernyataan wajar dari auditor
(Komalasari, 2004). Dengan laporan keuangan auditan tersebut, pemakai laporan
keuangan dapat mengambil keputusan yang tepat atas perusahaan.
B.
Signaling Theory
Teori
sinyal menjelaskan bahwa pemberian sinyal dilakukan oleh manajer untuk
mengurangi asimetri informasi. Manajer memberikan informasi melalui laporan
keuangan bahwa mereka menerapkan kebijakan akuntansi konservatisme yang
menghasilkan laba yang lebih berkualitas karena prinsip ini mencegah perusahaan
melakukan tindakan membesar-besarkan laba dan membantu pengguna laporan
keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva yang tidak overstate (Watts, 2003a).
Signaling Theory mengemukakan tentang bagaimana
seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan.
Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen
untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau
informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan
lain (Ratna dan Zuhrohtun, 2006).
Integritas informasi laporan keuangan yang
mencerminkan nilai perusahaan merupakan sinyal positif yang dapat mempengaruhi
opini investor dan kreditor atau pihak-pihak lain yang berkepentingan. Laporan
keuangan seharusnya memberikan informasi yang berguna bagi investor dan kreditor
untuk membuat keputusan investasi, kredit dan keputusan sejenis. Dalam
signaling theory, pengeluaran investasi memberikan sinyal positif tentang
pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga meningkatkan harga
saham sebagai indikator nilai perusahaan. Peningkatan utang diartikan oleh
pihak luar tentang kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban di masa yang akan
datang atau adanya risiko bisnis yang rendah, hal tersebut akan direspon secara
positif oleh pasar (Brigham, 1999).
Singnaling theory menjelaskan mengapa perusahaan
mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak
eksternal, karena terdapat asimetri informasi (Asymmetri Information) antara
perusahaan dan pihak luar. Perusahaan (agent) mengetahui lebih banyak mengenai
perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar (investor,
kreditor).
Kurangnya informasi pihak luar mengenai perusahaan
menyebabkan mereka melindungi diri mereka dengan memberikan harga yang rendah
untuk perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan
mengurangi asimetri informasi. Salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetri
adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar, salah satunya berupa informasi
keuangan yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai
prospek perusahaan yang akan datang (Wolk et al., 2001).
Signaling theory juga dapat membantu pihak
perusahaan (agent), pemilik (prinsipal), dan pihak luar perusahaan mengurangi
asimetri informasi dengan menghasilkan kualitas atau integritas informasi
laporan keuangan. Untuk memastikan pihak-pihak yang berkepentingan menyakini keandalan
informasi keuangan yang disampaikan pihak perusahaan (agent), perlu mendapatkan
opini dari pihak lain yang independen memberikan pendapat tentang laporan
keuangan.
C.
Auditing
ASOBAC
(A Statement of Basic Auditing Concepts) dalam Halim (2008,1)
mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematik untuk menghimpun
dan mengevaluasi bukti-bukti audit secara objektif mengenai asersi-asersi
tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat
kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan
dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. Sedangkan menurut
Mulyadi (2002,9), secara umum auditing adalah suatu proses sistematik
untuk memperoleh dan mengevaluasi secara objektif mengenai
pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi. Tujuannya adalah
untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut
dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta menyampaikan hasil-hasilnya kepada
pemakai yang berkepentingan.
D.
Opini Audit
Berdasarkan
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 110, tujuan audit atas
laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan
pendapat tentang kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan,
hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia. Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk
memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah
saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.
Opini Audit diberikan oleh auditor melalui beberapa
tahap audit sehingga auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus
diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya (Rahman dan Siregar, 2012).
Auditor independen harus menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan
seksama dalam menentukan prosedur audit yang diperlukan untuk memperoleh bukti
audit kompeten yang cukup sebagai basis memadai dalam merumuskan pendapatnya.
Pernyataan pendapat atas kewajaran laporan keuangan perusahaan diungkapkan
dalam laporan audit yang mencakup paragraf, kalimat, frasa dan kata yang
digunakan oleh auditor untuk mengkomunikasikan hasil audit kepada pemakai
laporan auditnya. Laporan audit terdiri dari 3 paragraf antara lain: paragraf
pengantar (introductury paragraph), paragraf lingkup (scope paragraph),
dan paragraf pendapat (opinion paragraph) (Mulyadi,2002).
Opini Audit terdapat pada paragraf pendapat yang
merupakan informasi utama dari laporan audit. Menurut SPAP SA Seksi 508 (PSA
No. 29) Opini Audit terdiri atas lima jenis, yaitu :
1.
Pendapat Wajar
Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
Dalam pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor
menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang
material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.
2.
Pendapat Wajar
Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas (Unqualified Opinion with
Explanatory Language)
saat keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu
paragraf penjelas (atau bahasa penjelas lain) dalam laporan audit. Keadaan yang
menjadi penyebab utama ditambahkannya suatu paragraf meliputi:
a)
Pendapat auditor
sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain.
b)
Untuk mencegah
agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaan-keadaan yang luar biasa,
laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu prinsip akuntansi yang
dikeluarkan oleh IAI.
c)
Jika terdapat
kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin tentang adanya
kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas, namun setelah mempertimbangkan
rencana manajemen, auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen tersebut dapat
secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal itu telah memadai.
d)
Di antara periode
akuntansi terdapat suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip akuntansi
atau dalam metode penerapannya.
e)
Keadaan tertentu
yang berhubungan dengan laporan auditor atas laporan keuangan komparatif.
f)
Data keuangan
kuartalan tertentu yang diharuskan oleh BAPEPAM namun tidak disajikan atau di-review.
g)
Informasi
tambahan yang diharuskan oleh IAI-Dewan Standar Akuntansi Keuangan telah
dihilangkan, yang penyajiannya menyimpang jauh dari panduan yang dikeluarkan
oleh dewan tersebut, dan auditor tidak dapat melengkapi prosedur audit yang
berkaitan dengan informasi tersebut, atau auditor tidak dapat menghilangkan
keragu-raguan yang besar apakah informasi tambahan tersebut sesuai dengan
panduan yang dikeluarkan oleh dewan tersebut.
h)
Informasi lain
dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan auditan secara material tidak
konsisten dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
3.
Pendapat Wajar
dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditee
menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang material
sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, kacuali untuk
dampak hal-hal yang dikecualikan. Pendapat wajar dengan pengecualian dinyatakan
dalam keadaan:
a)
Tidak adanya
bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit.
b)
Auditor yakin
bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi berterima
umum di Indonesia, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak
menyatakan pendapat tidak wajar.
4.
Pendapat Tidak
Wajar (Adverse Opinion)
Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila
laporan keuangan auditee tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan
sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
5.
Tidak Memberikan
Pendapat (Disclaimer of Opinion)
Pernyataan tidak memberikan pendapat jika auditor
tidak dapat melaksanakan audit yang berlingkup memadai untuk memungkinkan
memberikan pendapat atas laporan keuangan. Pendapat ini juga diberikan apabila
ia dalam kondisi tidak independen dalam hubungannya dengan klien.
Arens
(2008) menyatakan bahwa laporan audit adalah langkah terakhir dari proses
audit. Laporan audit merupakan media yang dipakai oleh auditor dalam
berkomunikasi dengan masyarakat lingkungannya (Mulyadi, 2002). Laporan audit
terdiri dari 3 paragraf antara lain: paragraf pengantar (introductury
paragraph), paragraf lingkup (scope paragraph), dan paragraf
pendapat (opinion paragraph) (Mulyadi,2002). Auditor memberikan opini
harus didasarkan pada keyakinan profesionalnya.
E.
Going Concern
Going Concern merupakan
kelangsungan hidup entitas. Dengan adanya Going Concern maka suatu
entitas dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka
panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek. Jika auditor merasa
yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kelangsungan hidup perusahaan maka
auditor harus melakukan beberapa hal sbb, (SPAP,2001): (1) memperoleh informasi
mengenai rencana manajemen untuk mengurangi dampak tersebut, dan (2) menetapkan
kemungkinan bahwa rencana
tersebut
akan dilaksanakan. Jika manajemen tidak memiliki rencana maka auditor akan memberikan
opini disclaimer.
Going
Concern adalah suatu dalil yang menyatakan bahwa kesatuan usaha akan
menjalankan terus operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk
mewujudkan proyeknya, tanggung jawab serta aktivitas-aktivitasnya yang tidak
berhenti. Dalil ini memberikan gambaran bahwa suatu entitas akan diharapkan
untuk beroperasi dalam jangka waktu yang tidak terbatas atau tidak diarahkan
menuju ke arah likuidasi. Diperlukannya suatu operasi yang berlanjut dan
berkesinambungan untuk menciptakan suatu konsekuensi bahwa laporan keuangan
yang terbit di suatu periode mempunyai sifat sementara sebab masih merupakan
satu rangkaian laporan keuangan yang berkelanjutan.
PSA
30 menyatakan bahwa Going Concern dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan
keuangan sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal yang
berlawanan. Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan
dengan asumsi kelangsungan hidup suatu usaha adalah berhubungan dengan
ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo
tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar secara bisnis
biasa, restrukturiasi utang, perbaikan operasi yang diperlukan dari luar atau
kegiatan serupa lainnya. Going Concern adalah kelangsungan hidup suatu
entitas. Dengan adanya Going Concern maka suatu entitas dianggap akan
mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang atau tidak akan
dilikuidasi dalam jangka pendek. Suatu entitas dianggap Going Concern apabila
perusahaan dapat melanjutkan operasinya dan memenuhi kewajibannya. Apabila
perusahaan dapat melanjutkan usahanya dan memenuhi kewajibannya dengan menjual
aset dalam jumlah yang besar, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar,
merestukturisasi hutang, atau dengan kegiatan serupa yang lain. Hal yang
demikan akan menimbulkan keraguan besar terhadap Going Concern perusahaan.
F.
Opini Audit Going Concern
Audit auditor harus mengumpulkan
bukti-bukti mengenai kewajaran informasi yang tercantum dalam laporan keuangan
perusahaan dengan cara memeriksa catatan akuntansi yang mendukung laporan
tersebut (Januarti dan Fitrianasari, 2008). Berdasarkan bukti-bukti tesebut
auditor dapat memberikan pendapatnya mengenai kewajaran dari laporan keuangan
perusahaan. Pendapat atau Opini Audit merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari laporan audit. Laporan keuangan merupakan sumber informasi yang digunakan
auditor dalam memberikan pendapatnya yang disebut dengan Opini Audit. Opini
Audit adalah bagian terpenting dari laporan audit auditor atas laporan keuangan
yang diaudit. Opini Audit disampaikan dalam tiga paragraf yaitu paragraf
pengantar, paragraf lingkup dan paragraf penadapat. Di paragraf pendapat ini
auditor menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditannya. Opini Audit yang
diberikan oleh auditor melalui beberapa tahapan audit sehingga auditor dapat
memberikan kesimpulan atas opini yang seharusnya diberikan atas laporan
keuangan yang diauditnya.
SPAP seksi 341 terdapat 5 jenis opini atau
pendapat auditor. Ketika auditor tidak menyangsikan kemampuan satuan usaha
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas maka
auditor memberikan pendapat wajar tanpa
pengecualian. Apabila auditor telah berkesimpulan bahwa rencana
manajemen dapat secara efektif dilaksanakan dan auditor harus mempertimbangkan
mengenai kecukupan pengungkapan mengenai sifat dan dampak kondisi dan peristiwa
yang semula menyebabkan ia yakin adanya kesangsian
mengenai kelangsungan hidup satuan usaha dan rencana manajemen kemudian auditor
berkesimpulan bahwa pengungkapan tersebut memadai maka auditor akan memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian dengan
paragraf penjelas. Apabila auditor menyangsikan kelangsungan hidup
perusahaan dan auditor berkesimpulan bahwa manajemen tidak membuat pengungkapan
dan mengenai sifat, dampak, kondisi dan peristiwa yang menyebabkan auditor
menyangsikan kelangsungan hidup perusahaan maka auditor akan memberikan pendapat wajar dengan pengecualian.
Jika pengungkapan di dalam rencana
manajemen tidak memadai dalam pengungkapannya dan terdapat penyimpangan dari
prinsip akuntansi berterima umum, maka auditor akan memberikan opini tidak wajar. Apabila auditor
menganggap bahwa rencana manajemen tidak dapat secara efektif mengurangi dampak
negatif kondisi atau peristiwa tersebut maka auditor menyatakan tidak memberikan pendapat.
Laporan auditan atas suatu laporan
keuangan perusahaan sangat dibutuhkan oleh pihak yang berkepentingan terhadap
perusahaan tersebut. Salah satunya adalah investor yang menggunakannya sebagai
pedoman dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi. Ketika auditor
memberikan pendapatnya di dalam laporan auditan atas laporan keuangan suatu
perusahaan, laporan ini juga dapat digunakan sebagai sarana komunikasi antara
auditor dengan klien untuk mengetahui tentang keadaan perusahaan yang
diauditnya.
SPAP (2011) Opini Audit Going Concern adalah
Opini Audit yang dikeluarkan oleh auditor karena terdapat kesangsian besar
mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Junaidi
dan Hartono (2010) seorang auditor mempertimbangkan penerbitan opini Going
Concern jika ia menemukan alasan atas keraguan keberlangsungan suatu
perusahaan berdasarkan pengujian. SPAP seksi 341 memberikan pedoman kepada
auditor tentang dampak kemampuan satuan usaha untuk mempertahankan kelangsungan
hidupnya terhadap Opini Auditor sebagai berikut:
1. Jika
auditor yakin bahwa terdapat kesangsian mengenai kemampuan satuan usaha dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas, auditor
harus:
a) Memperoleh
informasi mengenai rencana manajemen yang ditunjuk untuk mengurangi dampak
kondisi dan peristiwa tersebut.
b) Menentukan
apakah rencana tersebut dapat secara efektif dilaksanakan.
2. Jika
manajemen tidak memiliki rencana yang mengurangi dampak kondisi dan peristiwa
terhadap kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya,
auditor mempertimbangkan untuk memberikan pernyataan yang tidak memiliki
pendapat.
3. Jika
manajemen memiliki rencana tersebut, langkah selanjutnya yang harus dilakukan
oleh auditor adalah menyimpulkan bahwa efektifitas rencana tersebut,
diantaranya:
a) Jika
auditor berkesimpulan rencana tersebut tidak efektif, auditor menyatakan tidak
memberikan pendapat.
b) Jika
auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif dan klien mengungkapkan dalam
catatan laporan keuangan, auditor menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian.
c) Jika
auditor berkesimpulan rencana tersebut efektif akan tetapi klien tidak
mengungkapkan dalam catatan laporan keuangan, auditor memberikan pendapat tidak
wajar.
G.
Rasio
Likuiditas
Likuiditas
perusahaan merupakan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka
pendeknya atau menganalisa dan menginterpretasikan posisi keuangan jangka pendek
perusahaan (Munawir, 2002). Tingkat likuiditas perusahaan dapat diukur melalui
current ratio. Current ratio dihitung dengan cara aktiva lancar dibagi hutang
lancar. Rasio ini menunjukkan sejauh mana aktiva lancar dengan hutang lancar
menutupi kewajiban-kewajiban lancar. Semakin besar perbandingan aktiva lancar
dengan hutang lancar semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban
jangka pendeknya. Rasio ini dapat dibuat dalam bentuk berapa kali atau dalam
bentuk persentasi. Apabila rasio lancar ini 1:1 atau 100% ini berarti bahwa
aktiva lancar dapat menutupi semua hutang lancar. Rasio lancar yang lebih aman
adalah jika berada diatas 1 atau diatas 100%. Artinya aktiva lancar harus jauh
diatas jumlah hutang lancar.
Rasio
Likuiditas, menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansial
jangka pendek. Rasio ini ditunjukkan pada besar kecilnya aktiva lancar. Current
Ratio, merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Jika
perusahaan memiliki likuiditas (diproksi dengan current ratio) yang baik, maka
kemungkinan untuk dapat meneruskan aktivitas usahanya akan lebih besar,
sehingga kemungkinan untuk memperoleh opini Going
Concern akan lebih sedikit. Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Hani dkk. (2003), Eko (2006) menemukan bukti
bahwa rasio likuiditas berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini Going Concern.
Sebagai
parameter dari rasio likuiditas, penulis menggunakan Current Ratio yang
dirumuskan sebagai berikut :
H.
Rasio
Solvabilitas
Solvabilitas perusahaan merupakan kemampuan
perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek maupun jangka panjangnya
(Munawir, 2002). Tingkat solvabilitas perusahaan dapat diukur dengan Debt to
equito ratio. Debt to equito ratio adalah perbandingan jumlah utang dengan
modal sendiri yang mengukur persentase penggunaan dana yang berasal dari
kreditur. Rasio utang atas modal atau sering disebut rasio Leverage menggambarkan
struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan, dengan demikian dapat dilihat
struktur tidak tertagihnya hutang. Semakin kecil angka rasio ini semakin baik,
yang dapat dihitung dengan rumus : total hutang / total ekuitas. Besarnya
hutang yang terdapat dalam struktur modal perusahaan sangat penting untuk
memahami perimbangan antara risiko dan laba yang didapat.
Rasio
leverage merupakan rasio yang
mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban seandainya perusahaan
dilikuidasi. Ratio tersebut diantaranya Debt
To Equity Ratio. Dalam analisis solvabilitas rasio keuangan yang digunakan
adalah Total Debt to Equity Ratio yang
bertujuan untuk mengetahui tingkat likuiditas perusahaan dalam jangka panjang.
. Dedi Kristianto (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa Total Debt to
Equity Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap pemberian Opini Audit Going
Concern. Barkah (2007) melakukan penelitian yang hasilnya menyatakan bahwa Total
Debt to Equity Ratio berhubungan dengan kemungkinan pemberioan Opini Audit Going
Concern.
Leverage
atau solvabilitas menunjukkan seberapa banyak hutang digunakan oleh perusahaan.
Leverage menekankan pentingnya
pendanaan hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang
didukung oleh hutang. Leverage juga
menyediakan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam mengadaptasi kondisi
pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga pada
kreditor. Nilai leverage yang tinggi menunjukkan
peningkatan dari risiko pada kreditor berupa ketidakmampuan perusahaan dalam
membayar semua kewajibannya. Dari pihak pemegang saham, rasio yang tinggi akan
mengakibatkan pembayaran bunga yang tinggi yang pada akhirnya akan mengurangi
pembayaran dividen. Semakin tinggi rasio debt-to-total-asset, semakin besar
risiko keuangannya dan semakin rendah rasio ini, maka akan semakin rendah
risiko keuangannya. Semakin rendah rasio Debt
to Equity Ratio (DER), semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang
disediakan oleh pemegang saham, dan semakin besar perlindungan bagi kreditor
(margin perlindungan) jika terjadi penyusutan nilai aktiva atau kerugian besar
(Horne, 2005).
Bagi investor saham
biasa, utang mencerminkan risiko kerugian investasi, namun diimbangi dengan
potensi keuntungan dari leverage
financial. Leverage meningkatkan
baik keberhasilan maupun kegagalan manajerial. Utang yang terlalu besar
menghambat insentif dan fleksibilitas manajemen
untuk mengejar kesempatan mendapat keuntungan.
I.
Kualitas Audit
Craswell
et al. (1995) menyatakan bahwa klien
biasanya mempersepsikan bahwa auditor yang berasal dari Kantor Akuntan Publik
besar dan yang memiliki afiliasi dengan Kantor Akuntan Publik internasional yang
memiliki kualitas yang lebih tinggi karena auditor tersebut memiliki
karakteristik yang dapat dikaitkan dengan kualitas, seperti pelatihan,
pengakuan internasional, serta adanya peer review. De Angelo
(1981) mengatakan bahwa peningkatan kualitas audit akan mempertinggi skala
Kantor Akuntan Publik yang juga akan berpengaruh pada klien dalam memilih
Kantor Akuntan Publik.
Ukuran
auditor berhubungan positif dengan kualitas auditor. Economies of scale KAP
yang besar akan memberikan insentif yang kuat untuk mematuhi aturan SEC sebagai
cara pengembangan dan pemasaran keahlian KAP tersebut. Sharma dan Sidhu (2001)
menggolongkan reputasi Kantor Akuntan Publik ke dalam skala big six firms dan
non big six firms untuk melihat tingkat independensi serta kecenderungan
sebuah Kantor Akuntan Publik terhadap besarnya biaya audit yang diterimanya.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, proksi
yang sering digunakan untuk menilai Kualitas Audit adalah dengan menggunakan
skala Kantor Akuntan Publik. Fanny dan Saputra (2005) menyatakan, ketika sebuah
Kantor Akuntan Publik mengklaim dirinya sebagai KAP besar seperti yang
dilakukan oleh big four firms, maka mereka akan berusaha keras untuk
menjaga nama besar tersebut, mereka menghindari tindakan-tindakan yang dapat
mengganggu nama besar mereka. Standar pengauditan mencakup mutu profesional
audit independen, pertimbangan yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan
penyusunan laporan audit.
Pengukuran kualitas audit tetap masih merupakan
sesuatu yang tidak jelas, tetapi pemakai laporan keuangan biasa mengaitkannya
dengan reputasi auditor (Teoh and Wong, 1993). Auditor yang memiliki reputasi
baik akan cenderung untuk mempertahankan kualitas auditnya agar reputasinya terjaga
dan tidak kehilangan klien. Namun, apakah reputasi auditor dapat dijadikan
proksi kualitas audit yang reliable masih diragukan karena tingginya
kegagalan audit yang terungkap akhir-akhir ini. Menurut Craswell et al., (1995)
karakteristik industri mungkin berpengaruh pada suatu perusahaan lebih besar
dibandingkan pada perusahaan lain. O’Keefe (1994) juga berpendapat bahwa auditor
industry specialization berhubungan positif dengan kualitas audit diukur
dengan penilaian kepatuhan auditor terhadap GAAS. Auditor yang memiliki banyak
klien dalam industri yang sama akan memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang
risiko audit khusus yang mewakili industri tersebut. Spesialisasi dalam
industri tertentu.
J.
Opini Audit Tahun Sebelumnya
Auditee
yang
menerima Opini Audit Going Concern pada tahun sebelumnya akan dianggap
memiliki masalah kelangsungan hidupnya, sehingga semakin besar kemungkinan bagi
auditor untuk mengeluarkan Opini Audit Going Concern pada tahun
berjalan. Setyarno, dkk (2006),
menguji pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap prediksi Opini Audit Going
Concern, dengan menggunakan discriminant analysis yang memasukan
tipe Opini Audit tahun sebelumnnya mempunyai akurasi prediksi paling tinggi,
yaitu 89,9%. Apabila tahun sebelumnya perusahaan mendapat Opini Audit Going
Concern, maka tahun berikutnya kemungkinan auditor memberi Opini Audit Going
Concern akan lebih besar.
Penerbitan Opini Audit Going Concern tidak
terlepas dari Opini Audit tahun sebelumnya karena kegiatan usaha pada suatu
perusahaan untuk tahun tertentu tidak terlepas dari keadaan yang terjadi di
tahun sebelumnya. Setyarno, dkk (2006) menyatakan bahwa auditor dalam menerbitkan
opini Going Concern akan mempertimbangkan Opini Audit Going Concern yang
diterima oleh auditee pada tahun sebelumnya. Penelitian ini sejalan
dengan Praptitorini dan Januarti (2007), yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang positif dan signifikan antara Opini Audit Going Concern tahun
sebelumnya dengan Opini Audit pada tahun berjalan.
Opini Audit tahun sebelumnya adalah Opini Audit yang
diterima auditee pada tahun sebelumnya. Opini Audit tahun sebelumnya ini akan
menjadi faktor pertimbangan penting auditor untuk mengeluarkan kembali Opini
Audit Going Concern pada tahun
berikutnya. Apabila auditor menerbitkan opini Opini Audit Going Concern tahun sebelumnya maka akan semakin besar kemungkinan
perusahaan akan menerima kembali Opini Audit Going Concern pada tahun berjalan. Setyarno dkk. (2004) memperkuat
bukti mengenai Opini Audit Going Concern
yang diterima tahun sebelumnya dengan Opini Audit Going Concern tahun berjalan. Ada hubungan positif yang signifikan
antara Opini Audit Going Concern
tahun sebelumnya dengan Opini Audit Going
Concern tahun berjalan. Apabila pada tahun sebelumnya. auditor telah
menerbitkan Opini Audit Going Concern, maka akan semakin besar
kemungkinan auditor untuk menerbitkan kembali Opini Audit going cocern pada
tahun berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar