Muh. Fachruddin
Fakultas Ekonomi Akuntansi
Universitas Muslim Indonesia
Pengertian Audit Operasional
Menurut Guy dkk. (2003:419) audit operasional merupakan penelaahan atas
prosedur dan metode operasi entitas untuk menentukan tingkat efisiensi dan
efektivitasnya. Pada kesimpulan tentang audit operasional, rekomendasi yang umumnya
diberikan adalah memperbaiki prosedur. Audit operasional kadang-kadang disebut
audit kinerja, audit manajemen, atau audit komprehensif.
Sampai saat ini para ahli memiliki definisi mengenai audit operasional yang
berbeda-beda. Menurut Tunggal (2000:10) pemeriksaan operasional merupakan suatu
penilaian dari organisasi manajerial dan efisiensi dari suatu perasahaan,
departemen, atau setiap entitas dan sub entitas yang dapat di audit.
Sedangkan General Accounting Office (GAO) di Amerika Serikat mendefinisikan
pemeriksaan operasional sebagai auditing yang menentukan :
1. Apakah entitas mengelola dan menggunakan sumber dayanya (seperti personil,
kekayaan, ruangan) secara ekonomis dan efisien
2. Penyebab dari ketidakefektivan atau praktik yang tidak ekonomis, dan
3. Apakah entitas telah menaati hukum dan peraturan yang berhubungan dengan
masalah ekonomis dan efisiensi.
b. Tujuan dan Manfaat Audit Operasional
Tujuan utama audit operasional adalah mengevaluasi efektifitas dan efisiensi
organisasi, namun audit operasional juga dapat menjangkau aspek yang ketiga,
yaitu ekonomisasi. Evaluasi ekonomi adalah pemeriksaan atas biaya dan manfaat
dari suatu kebijakan atau prosedur. Dalam konteks audit operasional, evaluasi
ekonomi merupakan pertimbangan jangka panjang tentang apakah manfaat kebijakan
atau prosedur lebih besar daripada biayanya.
Menurut Guy dkk. (2003:421) audit operasional biasanya dirancang untuk memenuhi
satu atau lebih tujuan berikut :
1. Menilai Kinerja. Setiap audit operasional meliputi penilaian kinerja
organisasi
yang ditelaah. Penilaian kinerja dilakukan dengan membandingkan kegiatan
organisasi dengan (1) tujuan, seperti kebijakan, standar, dan sasaran
organisasi
yang ditetapkan manajemen atau pihak yang menugaskan, serta dengan (2)
kriteria penilaian lain yang sesuai.
2. Mengidentifikasi Peluang Perbaikan. Peningkatan efektivitas, efisiensi, dan
ekonomi merupakan kategori yang luas dari pengklasifikasian sebagian besar
perbaikan. Auditor dapat mengidentifikasi peluang perbaikan tertentu dengan
mewawancari individu (apakah dari dalam atau dari luar organisasi),
mengobservasi operasi, menelaah laporan masa lalu atau masa berjalan,
mempelajari transaksi, membandingkan dengan standar industri, menggunakan
pertimbangan profesional berdasarkan pengalaman, atau menggunakan sarana dan
cara lain yang sesuai.
3. Mengembangkan Rekomendasi untuk Perbaikan atau Tindakan Lebih Lanjut.
Sifat dan luas rekomendasi akan berkembang secara beragam selama
pelaksanaan audit operasional.
Sedangkan Mulyadi (2002:32) menyatakan bahwa tujuan audit operasiona! adalah
untuk :
1. Mengevaluasi Kinerja
2. Mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan
3. Membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut
Secara ringkas dapat disimpuikan bahwa audit operasional dilakukan untuk
mengevaluasi tingkat efisiensi dan efektivitas pelaksanaan aktivitas suatu
organisasi. Audit operasional mengidentifikasi timbulnya penyelewengan dan
penyimpangan yang terjadi dan kemudian membuat laporan yang berisi rekomendasi
tindakan perbaikan selanjutnya. Audit operasional merupakan salah satu alat
pengendalian yang membantu dalam mengelola perusahaan dengan penggunaan sumber
daya yang ada dalam pencapaian tujuan perusahaan dengan efektif dan efisien.
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya audit operasional menurut
Tunggal (2000:14-15) adalah:
1. Memberi informasi operasi yang relevan dan tepat waktu untuk pengambilan
keputusan.
2. Membantu manajemen dalam mengevaluasi catatan, laporan-laporan dan
pengendalian.
3. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan manajerial yang ditetapkan, rencana-
rencana, prosedur serta persyaratan peraturan pemerintah.
4. Mengidentifikasi area masalah potensial pada tahap dini untuk menentukan
tindakan preventif yang akan diambil.
5. Menilai ekonomisasi dan efisiensi penggunaan sumber daya termasuk
memperkecil pemborosan.
6. Menilai efektivitas dalam mencapai tujuan dan sasaran perusahaan yang telah
ditetapkan.
7. Menyediakan tempat pelatihan untuk personil dalam seluruh fase operasi
perusahaan.
Struktur Audit Operasional
Menurut Guy dkk. (2003:421-424) struktur umum dari audit operasional adalah
proses lima tahap, yaitu :
1. Pengenalan
Sebelum memulai suatu audit operasional, auditor (atau konsultan) terlebih
dahulu harus mengenali kegiatan atau fungsi yang sedang di audit. Untuk
melaksanakan hal ini, auditor menelaah latar belakang informasi, tujuan,
struktur organisasi, dan pengendalian kegiatan atau fungsi yang sedang di
audit, serta menentukan hubungannya dengan entitas secara keseluruhan.
2. Survei
Selama tahap survei dari audit operasional, yang lebih dikenal sebagai survei
pendahuluan (preliminary survey), auditor harus berusaha untuk mengidentifikasi
bidang masalah dan bidang penting yang menjadi kunci keberhasilan kegiatan atau
fungsi yang sedang di audit.
3. Pengembangan Program
Pada awalnya auditor menyusun program pekerjaan, berdasarkan tujuan audit, yang
merinci pengujian dan analisis yang harus dilaksanakan atas bidang-bidang yang
dianggap "penting" dari hasil survei pendahuluan. Disamping itu,
auditor juga menjadwalkan kegiatan kerja, menugaskan personel yang sesuai,
menentukan keterlibatan personel lainnya dalam penugasan, serta menelaah kertas
kerja audit.
4. Pelaksanaan Audit
Pelaksanaan audit merupakan tahap utama dari audit operasional. Auditor
melaksanakan prosedur audit yang telah ditentukan dalam program audit untuk
mengumpulkan bukti-bukti, melakukan analisis, menarik kesimpulan, dan
mengembangkan rekomendasi. Selama melakukan pekerjaan lapangan, auditor harus
menyelesaikan setiap langkah audit yang spesifik dan mencapai tujuan audit
secara keseluruhan untuk mengukur efektivitas, efisiensi, dan ekonomisasi.
5. Pelaporan
Tahap pelaporan merupakan tahap yang penting bagi keberhasilan keseluruhan
audit operasional yang dilakukan. Laporan audit operasional pada umumnya
mengandung dua unsur utama, yaitu (1) tujuan penugasan, ruang lingkup, dan
pendekatan, serta (2) temuan-temuan khusus dan rekomendasi.
Ruang Lingkup Audit Operasional
Ruang lingkup audit operasional lebih difokuskan pada fungsi produksi suatu
perusahaan, yang berarti melakukan pemeriksaan segi operasional suatu
perusahaan. Namun dalam hal ini suatu perusahaan mengalami keterbatasan dalam
melaksanakan audit operasional tersebut. Keterbatasan yang terjadi dalam suatu perusahaan
dalam melaksanakan audit operasional antara lain :
1. Waktu
Pemeriksa harus memberikan laporan kepada pihak manajemen sesegera mungkin agar
masalah yang timbul dapat segera terselesaikan, sehingga menyebabkan
terbatasnya waktu pemeriksaan. Untuk mengatasi keterbatasan waktu ini, audit
operasional dapat dilakukan secara teratur untuk menghindari permasalahan tidak
menjadi berlarut-larut.
2. Keahlian
Kurangnya pengetahuan dan penguasaan berbagai disiplin ilmu dan bisnis
merupakan salah satu keterbatasan. Tidak mungkin seorang pemeriksa dapat
menjadi ahli dalam berbagai disiplin bisnis.
3. Biaya
Biaya yang dapat dihemat dari hasil pemeriksaan haruslah lebih besar dari biaya
pemeriksaan itu sendiri. Pemeriksaan harus menentukan prioritas tertentu dalam
melaksanakan tugasnya sehingga keterbatasan ini dapat teratasi.
Efisiensi dan Efektivitas
Audit operasional dikenal sebagai audit yang berkonsentrasi pada efektivitas
dan efisiensi organisasi. Efektivitas mengukur seberapa berhasil suatu
organisasi mencapai tujuan dan sasarannya. Efisiensi mengukur seberapa baik
suatu entitas menggunakan sumberdayanya dalam mencapai tujuannya. Sebagai
contoh, seorang auditor dapat memeriksa badan federal untuk menentukan apakah
badan tersebut telah mencapai tujuannya seperti yang ditetapkan oleh kongres
(efektivitas) dan menggunakan sumberdaya keuangannya secara benar (efisiensi).
Pembahasan mengenai ekonomisasi, efisiensi, dan efektivitas akan lebih mudah
dipahami jika dibahas dalam kerangka Input - Proses - Output. Dalam sub bab
ini, lebih difokuskan pada efisiensi dan efektivitas.
a. Efisiensi
Efisiensi berhubungan dengan bagaimana perusahaan melakukan operasinya,
sehingga dicapai optimalisasi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Efisiensi
berhubungan dengan metode kerja (operasi). Dalam hubungannya dengan konsep
input-proses-output, efisiensi adalah rasio antar output dan input. Seberapa
besar output yang dihasilkan dengan menggunakan sejumlah tertentu input yang
dimiliki perusahaan. Metode kerja yang baik akan dapat memandu proses operasi
berjalan dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang dimiliki perusahaan.
Jadi, efisiensi merupakan ukuran proses yang menghubungkan antara input dan
output dalam operasional perusahaan. (Bayangkara, 2008:13)
Menurut Anthony (2005:174) Efisiensi adalah rasio output terhadap input, atau
jumlah output per unit input. Pusat Tanggung Jawab A lebih efisien daripada
Pusat Tanggung Jawab B jika (1) menggunakan jumlah sumber daya yang lebih
sedikit daripada Pusat Tanggung Jawab B, namun memproduksi jumlah output yang
sama, atau (2) menggunakan jumlah sumber daya yang sama namun memproduksi
jumlah output yang lebih besar.
b. Efektivitas
Dibandingkan dengan efisiensi, yang ditentukan oleh hubungan antara input dan
output, efektivitas ditentukan oleh huungan antara output yang dihasilkan oleh
suatu pusat tanggang jawab dengan tujuannya. Semakin besar output yang
dikonstribusikan terhadap tujuan, maka semakin efektiflah unit tersebut.
Efektivitas cenderung dinyatakan dalam istilah-istilah yang subjektif dan
nonalitis, seperti kinerja kampus A adalah yang terbaik, tetapi kampus B telah
agak menurun dalam tahun-tahun terakhir (Anthony, 2005:174).
Efisiensi dan efektivitas berkaitan satu sama lain, setiap pusat tanggung jawab
harus efektif dan efisien dimana organisasi harus mencapai tujuannya dengan
cara yang optimal. Suatu pusat tanggung jawab yang menjalankan tugasnya dengan
konsumsi terendah atas sumber daya, mungkin akan efisien, tetapi jika output
yang dihasilkannya gagal dalam memberikan kontribusi yang memadai dalam
pencapaian cita-cita organisasi, maka pusat tanggung jawab tersebut tidaklah
efektif (Anthony 2005:174-175).
Fungsi Produksi
Produksi merupakan hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan
memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan pengertian ini dapat dipahami
bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasikan berbagai input atau masukan
untuk menghasilkan output. Menurut Ferguson dan Gould (1975:140, dalam Joesron
dan Fathorrozi, 2003:77) fungsi produksi adalah suatu persamaan yang
menunjukkan jumlah maksimum output yang dihasilkan dengan kombinasi input
tertentu.
Siklus produksi berkaitan dengan proses mengubah bahan baku menjadi barang
jadi. Siklus ini meliputi perencanaan dan pengendalian tentang jenis dan jumlah
barang yang diproduksi, tingkat persediaan yang harus diselenggarakan, dan
transaksi-transaksi serta kejadian-kejadian yang bersangkutan dengan proses
produksi. Transaksi dalam siklus ini dimulai pada saat bahan baku diminta untuk
keperluan produksi, dan diakhiri dengan pengiriman barang yang diproduksi
menjadi barang jadi (Jusup, 2002:151).
Perencanaan dan Pengendalian Produksi
1. Tujuan perencanaan dan pengendalian produksi
Tujuan dari perencanaan dan pengendalian produksi menurut Kusuma (2002:1)
adalah merencanakan dan mengendalikan aliran material kedalam, di dalam, dan
keluar pabrik sehingga posisi keuntungan optimal yang merupakan tujuan
perusahaan dapat dicapai. Pengendalian produksi dimaksudkan untuk
mendayagunakan sumber daya produksi yang terbatas secara efektif, terutama
dalam usaha memenuhi permintaan konsumen dan menciptakan keuntungan bagi
perusahaan. Yang dimaksudkan dengan sumberdaya mencakup fasilitas produksi,
tenaga kerja, dan bahan baku. Kendala yang dihadapi mencakup ketersediaan
sumberdaya, waktu pengiriman produk, kebijaksanaan manajemen.
2. Fungsi perencanaan dan pengendalian produksi dalam aktivitas produksi
Menurut Kusuma (2002:2) fungsi dasar dalam aktivitas perencanaan dan
pengendalian produksi adalah:
1) Meramalkan permintaan produk yang dinyatakan dalam jumlah produk
sebagai fungsi dari waktu.
2) Menetapkan jumlah dan saat pemesanan bahan baku serta komponen secara
ekonomis dan terpadu
3) Menetapkan keseimbangan antara tingkat kebutuhan produksi, teknik
pemenuhan pesanan, serta memonitor tingkat persediaan produk jadi setiap saat,
membandingkannya dengan rencana persediaan, dan melakukan revisi atas rencana
produksi pada saat yang ditentukan.
4) Membuat jadwal produksi, penugasan, pembebanan mesin dan tenaga kerja
yang terperinci sesuai dengan ketersediaan kapasitas dan fluktuasi permintaan
pada suatu periode.
Dalam suatu organisasi, pengendalian produksi berguna untuk meningkatkan
produktivitas. Definisi produktivitas adalah rasio nilai barang dan jasa yang
dihasilkan dibagi dengan nilai sumberdaya yang digunakan dalam produksi. Jika
mesin atau orang menganggur karena tidak ada pekerjaan, atau komponen menumpuk
di gudang karena tidak tersedia mesin untuk mengolah komponen tersebut, maka
hal ini berarti sumberdaya yang dimiliki terbuang percuma. Peran pengendalian
produksi adalah meminimasi pemborosan dengan mengkoordinasikan ketersediaan
tenaga kerja, peralatan, dan bahan. Perbaikan produktivitas dapat dilakukan
dengan meningkatkan rancangan dan tatacara kerja produksi sehingga menjadi
lebih efisien. Produktivitas juga dapat ditingkatkan dengan pengendalian
produksi yang lebih baik.
Penjadwalan Produksi
Penjadwalan adalah mengatur pendayagunaan kapasitas dan sumberdaya yang
tersedia melalui suatu aktivitas atau tugas. Menurut Sumayang (2003:183)
Penjadwalan dapat dibedakan berdasarkan jenis proses produksi yaitu :
1. Penjadwalan proses yang terus menerus (lineprocess scheduling)
1) Penjadwalan proses ini digunakan pada jalur proses perakitan dan pada proses
pengolahan. Penjadwalan tergantung pada rancang bangun proses tersebut
terutama untuk satu jenis produk. Tetapi apabila bermacam-macam jenis
produk maka perlu diadakan perubahan pada proses dan jadwal produksi.
2) Perubahan ini mungkin saja sederhana tetapi dapat juga rumit sehingga
memerlukan perubahan mendasar pada peralatan dan pada pusat kerja.
3) Kemampuan mengikuti perubahan proses yang cepat akan memberikan suatu
keunggulan fleksibilitas untuk proses perakitan.
4) Apabila jenis produk banyak maka terjadi perubahan proses produksi, untuk
itu perlu menghitung besar persediaan yang paling ekonomis
2. Penjadwalan proses yang terputus-putus {intermittentprocess scheduling)
1) Pada produk barang istilah Job adalah bahan baku, produk dalam proses atau
barang setengah jadi.
2) Berbeda dengan penjadwalan diproses line maka penjadwalan diproses
intermittent masing-masing Job mengalir melalui pergerakan yang tidak
teratur dan penuh dengan jadwal mulai dan berhenti.
3) Aliran yang tidak teratur disebabkan karena pusat kerja dikelompokkan
berdasarkan jenis mesin dan ketrampilan pekerja yang sama, sehingga Job
akan mengalir dari satu pusat kerja ke pusat kerja yang lain sesuai dengan
jadwal dan tahapan kerja yang telah ditentukan.
4) Karena aliran dan jalur pekerjaan tidak beraturan maka penjadwalan kadang-
kadang menjadi rumit.
5) Penjadwalan proses intermittent mempunyai hubungan sangat erat dengan
beberapa hal berikut ini:
1. Analisis pemasukan dan pengeluaran {input-output analysis)
2. Pemuatan (loading)
3. Tahapan (sequencing)
4. Pengiriman (Dispatching)
Sedangkan menurut P. Tampubolon (2004:110) dalam sistem operasional dikenal ada
empat strategi proses yaitu :
1. Proses produksi yang terputus-putus (Intermitten Process)
Merupakan kegiatan operasional yang mempergunakan peraiatan produksi yang
disusun dan diatur sedemikian rupa, yang dapat dimanfaatkan untuk secara
fleksibel untuk menghasilkan berbagai produk atau jasa. Sebagai contoh,
dibidang produksi barang, yaitu usaha bengkel las yang menerima order atau
pesanan untuk membuat pagar atau teralis besi, yang standarnya disesuaikan
dengan pesanan tersebut. Pada umumnya, proses Intermittent merupakan sistem
operasional yang tidak terstandarisasi, hanya berdasarkan keinginan pelanggan
pada saat dilakukan pemesanan.
2. Proses produksi yang kontinu (Continous Process)
Merupakan proses produksi yang mempergunakan peraiatan produksi yang disusun
dan diatur dengan memperhatikan urutan-urutan kegiatan dalam menghasilkan
produk atau jasa. Sebagai contoh, untuk produksi barang seperti minuman ringan
"Teh Botol" merupakan produk yang terstandarisasi.
3. Proses produksi berulang-ulang {Repetitive Process)
Merupakan proses produksi yang menggabungkan fungsi Intermittent process dan
Continous process. Tetapi proses ini mempergunakan bagian dan bahan komponen
yang berbagai jenis diantara proses yang kontinu. Sebagai contoh, restoran
besar yang melayani banyak pelanggan dan bermacam-macam menu.
4. Proses produksi massa (Mass Customization)
Merupakan proses produksi yang menggabungkan intermittent Process, Continous
Process, serta Repetitive Process, yang menggunakan berbagai komponen bahan,
mempergunakan teknik skedul produksi dan mengutamakan kecepatan pelayanan.
Audit Kinerja
Posted by:
Maafkan Aku Bila Mencintamu.. on: 4 Maret 2010
JENIS-JENIS
AUDIT DALAM AUDIT SEKTOR PUBLIK
Audit yang dilakukan pada sektor publik pemerintah berbeda dengan yang
dilakukan pada sektor swasta. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya
perbedaan latar belakang institusional dan hukum, dimana audit sektor publik
pemerintah mempunyai prosedur dan tanggung jawab yang berbeda serta peran yang
lebih luas dibanding audit sektor swasta (Wilopo, 2001).
Secara umum,
ada tiga jenis audit dalam audit sektor publik, yaitu audit keuangan (financial
audit), audit kepatuhan (compliance audit) dan audit kinerja (performance
audit). Audit keuangan adalah audit yang menjamin bahwa sistem akuntansi dan
pengendalian keuangan berjalan secara efisien dan tepat serta transaksi
keuangan diotorisasi serta dicatat secara benar. Audit kepatuhan adalah audit
yang memverifikasi/memeriksa bahwa pengeluaran-pengeluaran untuk pelayanan
masyarakat telah disetujui dan telah sesuai dengan undang-undang peraturan.
Dalam audit kepatuhan terdapat asas kepatutan selain kepatuhan (Harry Suharto,
2002). Dalam kepatuhan yang dinilai adalah ketaatan semua aktivitas sesuai
dengan kebijakan, aturan, ketentuan dan undang-undang yang berlaku. Sedangkan
kepatutan lebih pada keluhuran budi pimpinan dalam mengambil keputusan. Jika
melanggar kepatutan belum tentu melanggar kepatuhan. Audit yang ketiga adalah
audit kinerja yang merupakan perluasan dari audit keuangan dalam hal tujuan dan
prosedurnya. Audit kinerja memfokuskan pemeriksaan pada tindakan-tindakan dan
kejadian-kejadian ekonomi yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang
diaudit. Audit kinerja merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh
dan mengevaluasi bukti secara obyektif, agar dapat melakukan penilaian secara
independen atas ekonomi dan efisiensi operasi, efektifitas dalam pencapaian
hasil yang diinginkan dan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan dan hukum
yang berlaku, menentukan kesesuaian antara kinerja yang telah dicapai dengan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta mengkomunikasikan hasilnya
kepada pihak-pihak pengguna laporan tersebut.
AUDIT
KINERJA SEKTOR PUBLIK PEMERINTAH
Kinerja suatu organisasi dinilai baik jika organisasi yang bersangkutan mampu
melaksanakan tugas-tugas dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan
pada standar yang tinggi dengan biaya yang rendah. Kinerja yang baik bagi suatu
organisasi dicapai ketika administrasi dan penyediaan jasa oleh organisasi yang
bersangkutan dilakukan pada tingkat yang ekonomis, efisien dan efektif. Konsep
ekonomi, efisiensi dan efektivitas saling berhubungan satu sama lain dan tidak
dapat diartikan secara terpisah. Konsep ekonomi memastikan bahwa biaya input
yang digunakan dalam operasional organisasi dapat diminimalkan. Konsep efisien
memastikan bahwa output yang maksimal dapat dicapai dengan sumber daya yang
tersedia. Sedangkan konsep efektif berarti bahwa jasa yang
disediakan/dihasilkan oleh organisasi dapat melayani kebutuhan pengguna jasa
dnegan tepat.
Jadi, audit
yang dilakukan dalam audit kinerja meliputi audit ekonomi, efisiensi dan
efektivitas. Audit ekonomi dan efisiensi disebut management audit atau
operational audit, sedangkan audit efektivitas disebut program audit. Istilah
lain untuk performance audit adalah Value for Money Audit atau disingkat 3E’s
audit (economy, efficiency and effectiveness audit). Penekanan kegiatan audit
pada ekonomi, efisiensi dan efektivitas suatu organisasi memberikan ciri khusus
yang membedakan audit kinerja dengan audit jenis lainnya.
Berikut ini adalah karakteristik audit kinerja yang merupakan gabungan antara
audit manajemen dan audit program.
A. Audit
Ekonomi dan Efisiensi
Konsep yang pertama dalam pengelolaan organisasi sektor publik adalah ekonomi,
yang berarti pemerolehan input dengan kualitas dan kuantits tertentu pada harga
yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value yang
dinyatakan dalam satuan moneter. Ekonomi terkait dengan sejauh mana organisasi
sektor publik dapat meminimalisir input resources yang digunakan, yaitu dengan
menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif.
Konsep kedua dalam penegelolaan organisasi sektor publik adalah efisiensi, yang
berarti pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau penggunaan
input yang terendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan
perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target
yang telah ditetapkan.
Dapat
disimpulkan bahwa ekonomi mempunyai arti biaya terendah, sedangkan efisiensi
mengacu pada rasio terbaik antara output dengan biaya (input). Karena output
dan biaya diukur dalam unit yang berbeda, maka efisiensi dapat terwujud ketika
dengan sumber daya yang ada dapat dicapai output yang maksimal atau output tertentu
dapat dicapai dengan sumber daya yang sekecil-kecilnya.
Audit
ekonomi dan efisiensi bertujuan untuk menentukan bahwa suatu entitas telah
memperoleh, melindungi, menggunakan sumber dayanya (karyawan, gedung, ruang dan
peralatan kantor) secara ekonomis dan efisien. Selain itu juga bertujuan untuk
menentukan dan mengidentifikasi penyebab terjadinya praktik-praktik yang tidak
ekonomis atau tidak efisien, termasuk ketidakmampuan organisasi dalam mengelola
sistem informasi, prosedur administrasi dan struktur organisasi
Menurut The
General Accounting Office Standards (1994), beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam audit ekonomi dan efisiensi, yaitu dengan
mempertimbangkan apakah entitas yang diaudit telah: (1) mengikuti ketentuan
pelaksanaan pengadaan yang sehat; (2) melakukan pengadaan sumber daya (jenis,
mutu dan jumlah) sesuai dengan kebutuhan pada biaya terendah; (3) melindungi
dan memelihara semua sumber daya yang ada secara memadai; (4) menghindari
duplikasi pekerjaan atau kegiatan yang tanpa tujuan atau kurang jelas
tujuannya; (5) menghindari adanya pengangguran sumber daya atau jumlah pegawai
yang berlebihan; (6) menggunakan prosedur kerja yang efisien; (7) menggunakan
sumber daya (staf, peralatan dan fasilitas) yang minimum dalam menghasilkan atau
menyerahkan barang/jasa dengan kuantitas dan kualitas yang tepat; (8) mematuhi
persyaratan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perolehan,
pemeliharaan dan penggunaan sumber daya Negara; (9) melaporkan ukuran yang sah
dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai kehematan dan efisiensi (Mardiasmo,
2002)
Untuk dapat
mengetahui apakah organisasi telah menghasilkan output yang optimal dengan
sumber daya yang dimilikinya, auditor dapat membandingkan output yang telah
dicapai pada periode yang bersangkutan dengan standar yang telah ditetapkan
sebelumnya, kinerja tahun-tahun sebelumnya dan unit lain pada organisasi yang
sama atau pada organisasi yang berbeda.
B. Audit
Efektivitas
Konsep yang ketiga dalam pengelolaan organisasi sektor publik adalah efekivitas.
Efektivitas berarti tingkat pencapaian hasil program dengan target yang
ditetapkan. Efektivitas merupakan perbandingan antara outcome dengan output.
Outcome seringkali dikaitkan dengan tujuan (objectives) atau target yang hendak
dicapai. Jadi dapat dikatakan bahwa efektivitas berkaitan dengan pencapaian
tujuan. Sedangkan menurut Audit Commission (1986) disebutkan bahwa efektivitas
berarti menyediakan jasa-jasa yang benar sehingga memungkinkan pihak yang
berwenang untuk mengimplementasikan kebijakan dan tujuannya (Mardiasmo, 2002).
Audit efektivitas bertujuan untuk menentukan tingkat pencapaian hasil atau
manfaat yang diinginkan, kesesuaian hasil dengan tujuan yang ditetapkan
sebelumnya dan menentukan apakah entitas yang diaudit telah mempertimbangkan
alternatif lain yang memberikan hasil yang sama dengan biaya yang paling
rendah. Secara lebih rinci, tujuan pelaksanaan audit efektivitas atau audit
program adalah dalam rangka: (1) menilai tujuan program, baik yang baru maupun
yang sudah berjalan, apakah sudah memadai dan tepat; (2) menentukan tingkat
pencapaian hasil suatu program yang diinginkan; (3) menilai efektivitas program
dan atau unsur-unsur program secara terpisah; (4) mengidentifikasi faktor yang
menghambat pelaksanaan kinerja yang baik dan memuaskan; (5) menentukan apakah
manajemen telah mempertimbangkan alternatif untuk melaksanakan program yang
mungkin dapat memberikan hasil yang lebih baik dan dengan biaya yang lebih
rendah; (6) menentukan apakah program tersebut saling melengkapi, tumpang-tindih
atau bertentangan dengan program lain yang terkait; (7) mengidentifikasi cara
untuk dapat melaksanakan program tersebut dengan lebih baik; (8) menilai
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk program
tersebut; (9) menilai apakah sistem pengendalian manajemen sudah cukup memadai
untuk mengukur, melaporkan dan memantau tingkat efektivitas program; (10)
menentukan apakah manajemen telah melaporkan ukuran yang sah dan dapat
dipertanggungjawabkan mengenai efektivitas program
Efektivitas
berkenaan dengan dampak suatu output bagi pengguna jasa. Untuk mengukur
efektivitas suatu kegiatan harus didasarkan pada kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya. Jika hal ini belum tersedia, auditor bekerja sama dengan manajemen
puncak dan badan pembuat keputusan untuk menghasilkan kriteria tersebut dengan
berpedoman pada tujuan pelaksanaan suatu program. Meskipun efektivitas suatu
program tidak dapat diukur secara langsung, ada beberapa alternatif yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan suatu program, yaitu mengukur
dampak/pengaruh, evaluasi oleh konsumen dan evaluasi yang menitikberatkan pada
proses, bukan pada hasil.
Tingkat
komplain dan tingkat permintaan dari pengguna jasa dapat dijadikan sebagai
pengukuran standar kinerja yang sederhana untuk berbagai jasa. Evaluasi
terhadap pelaksanaan suatu program hendaknya mempertimbangkan apakah program
tersebut relevan atau realistis, apakah ada pengaruh dari program tersebut,
apakah program telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan apakah ada
cara-cara yang lebih baik dalam mencapai hasil.
C. Struktur
Audit Kinerja
Sebelum melakukan audit, auditor terlebih dahulu harus memperoleh informasi
umum organisasi guna mendapatkan pemahaman yang memadai tentang lingkungan
organisasi yang diaudit, struktur organisasi, misi organisasi, proses kerja
serta sistem informasi dan pelaporan. Pemahaman lingkungan masing-masing
organisasi akan memberikan dasar untuk memperoleh penjelasan dan analisis ynag
lebih mendalam mengenai sistem pengendalian manajemen.
Berdasarkan
hasil analisis terhadap kelemahan dan kekuatan sistem pengendalian dan
pemahaman mengenai keluasan (scope), validitas dan reabilitas informasi kinerja
yang dihasilkan oleh entitas/organisasi, auditor kemudian menetapkan kriteria
audit dan mengembangkan ukuran-ukuran kinerja yang tepat. Berdasarkan rencana
kerja yang telah dibuat, auditor melakukan pengauditan, mengembangkan
hasil-hasil temuan audit dan membandingkan antara kinerja yang dicapai dengan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil temuan kemudian dilaporkan
kepada pihak-pihak yang membutuhkan yang disertai dengan rekomendasi yang
diusulkan oleh auditor. Pada akhirnya, rekomendasi-rekomendasi yang diusulkan
oleh auditor akan ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang berwenang.
Struktur
audit kinerja terdiri atas tahap pengenalan dan perencanaan, tahap pengauditan,
tahap pelaporan dan tahap penindaklanjutan. Pada tahap pengenalan dilakukan
survei pendahuluan dan review sistem pengendalian manajemen. Pekerjaan yang
dilakukan pada survei pendahuluan dan review sistem pengendalian manajemen
bertujuan untuk menghasilkan rencana penelitian yang detail yang dapat membantu
auditor dalam mengukur kinerja dan mengembangkan temuan berdasarkan
perbandingan antara kinerja dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Tahap
pengauditan dalam audit kinerja terdiri dari tiga elemen, yaitu telaah
hasil-hasil program, telaah ekonomi dan efisiensi dan telaah kepatuhan.
Tahapan-tahapan dalam audit kinerja disusun untuk membantu auditor dalam
mencapai tujuan audit kinerja. Review hasil-hasil program akan membantu auditor
untuk mengetahui apakah entitas telah melakukan sesuatu yang benar. Review
ekonomis dan efisiensi akan mengarahkan auditor untuk mengetahui apakah entitas
telah melakukan sesuatu yang benar secara ekonomis dan efisien. Review
kepatuhan akan membantu auditor untuk menentukan apakah entitas telah melakukan
segala sesuatu dengan cara-cara yang benar, sesuai dengan peraturan dan hukum
yang berlaku. Masing-masing elemen tersebut dapat dijalankan sendiri-sendiri
atau secara bersama-sama, tergantung pada sumber daya yang ada dan pertimbangan
waktu.
Tahap
pelaporan merupakan tahapan yang harus dilaksanakan karena adanya tuntutan yang
tinggi dari masyarakat atas pengelolaan sumber daya publik. Hal tersebut
menjadi alasan utama untuk melaporkan keseluruhan pekerjaan audit kepada pihak
manajemen, lembaga legislatif dan masyarakat luas. Penyampaian hasil-hasil
pekerjaan audit dapat dilakukan secara formal dalam bentuk laporan tertulis
kepada lembaga legislatif maupun secara informal melalui diskusi dengan pihak
manajemen. Namun demikian, akan lebih baik bila laporan audit disampaikan
secara tertulis, karena pengorganisasian dan pelaporan temuan-temuan audit
secara tertulis akan membuat hasil pekerjaan yang telah dilakukan menjadi lebih
permanen. Selain itu, laporan tertulis juga sangat penting untuk akuntabilitas
publik. Laporan tertulis merupakan ukuran yang nyata atas nilai sebuah
pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor. Laporan yang disajikan oleh auditor
merupakan kriteria yang penting bagi kesuksesan atau kegagalan pekerjaannya.
Tahapan yang
terakhir adalah tahap penindaklanjutan, dimana tahap ini didesain untuk
memastikan/memberikan pendapat apakah rekomendasi yang diusulkan oleh auditor
sudah diimplentasikan. Prosedur penindaklanjutan dimulai dengan tahap
perencanaan melalui pertemuan dengan pihak manajemen untuk mengetahui
permasalahan yang dihadapi organisasi dalam mengimplementasikan rekomendasi
auditor. Selanjutnya, auditor mengumpulkan data-data yang ada dan melakukan
analisis terhadap data-data tersebut untuk kemudian disusun dalam sebuah laporan.
PERLUNYA
MENJAGA KUALITAS AUDIT SEKTOR PUBLIK
Audit sektor publik tidak hanya memeriksa serta menilai kewajaran laporan
keuangan sektor publik, tetapi juga menilai ketaatan aparatur pemerintahan
terhadap undang-undang dan peraturan yang berlaku. Disamping itu, auditor
sektor publik juga memeriksa dan menilai sifat-sifat hemat (ekonomis), efisien
serta keefektifan dari semua pekerjaan, pelayanan atau program yang dilakukan
pemerintah. Dengan demikian, bila kualitas audit sektor publik rendah, akan
mengakibatkan risiko tuntutan hukum (legitimasi) terhadap pejabat pemerintah
dan akan muncul kecurangan, korupsi, kolusi serta berbagai ketidakberesan.
a. Kapabilitas Teknikal Auditor
Kualitas audit sektor publik pemerintah ditentukan oleh kapabilitas teknikal
auditor dan independensi auditor (Wilopo, 2001). Kapabilitas teknikal auditor
telah diatur dalam standar umum pertama, yaitu bahwa staf yang ditugasi untuk
melaksanakan audit harus secara kolektif memiliki kecakapan profesional yang
memadai untuk tugas yang disyaratkan, serta pada standar umum yang ketiga,
yaitu bahwa dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama. Disamping
standar umum, seluruh standar pekerjaan lapangan juga menggambarkan perlunya
kapabilitas teknikal seorang auditor.
b. Independensi Auditor
Independensi auditor diperlukan karena auditor sering disebut sebagai pihak
pertama dan memegang peran utama dalam pelaksanaan audit kinerja, karena
auditor dapat mengakses informasi keuangan dan informasi manajemen dari
organisasi yang diaudit, memiliki kemampuan profesional dan bersifat
independen. Walaupun pada kenyataannya prinsip independen ini sulit untuk
benar-benar dilaksanakan secara mutlak, antara auditor dan auditee harus
berusaha untuk menjaga independensi tersebut sehingga tujuan audit dapat
tercapai. Independensi auditor merupakan salah satu dasar dalam konsep teori
auditing. Dalam hal ini ada dua aspek independensi, yaitu independensi yang
sesungguhnya (real independence) dari para auditor secara individual dalam
menyelesaikan pekerjaannya, yang biasa disebut dengan “practitioner
independence”. Real independence dari para auditor secara individual mengandung
dua arti, yaitu kepercayaan diri (self reliance) dari setiap personalia dan
pentingnya istilah yang berkaitan dengan opini auditor atas laporan keuangan.
Aspek independensi yang kedua adalah independensi yang muncul/tampak
(independence in appearance) dari para auditor sebagai kelompok profesi yang
biasa disebut “profession independence”.
Disamping dua aspek di atas, independensi memiliki tiga dimensi, yaitu
independensi dalam mebuat program, independensi dalam melakukan pemeriksaan dan
independensi dalam membuat laporan. Independensi dalam membuat program meliputi
bebas dari campur tangan dan perselisihan dengan auditee yang dimaksudkan untuk
membatasi, menetapkan dan mengurangi berbagai bagian audit; bebas dari campur
tangan dengan atau suatu sikap yang tidak kooperatif yang berkaitan dengan
prosedur yang dipilih dan bebas dari berbagai usaha yang dikaitkan dengan
pekerjaan audit untuk mereview selain dari yang diberikan dalam proses audit.
Independensi dalam melakukan pemeriksaan meliputi akses langsung dan bebas
terhadap semua buku, catatan, pejabat dan karyawan serta sumber-sumber yang
berkaitan dengan kegiatan, kewajiban dan sumber daya yang diperiksa; kerja sama
yang aktif dari pimpinan yang diperiksa selama pelaksanaan pemeriksaan; bebas
dari berbagai usaha pihak diperiksa untuk menentukan kegiatan pemeriksaan atau
untuk menentukan dapat diterimanya suatu bukti dan bebas dari kepentingan dan
hubungan pribadi yang mengakibatkan pembatasan pengujian atas berbagai kegiatan
dan catatan
Independensi dalam membuat laporan meliputi bebas dari berbagai perasaan loyal
atau kewajiban untuk mengurangi dampak dari fakta-fakta yang dilaporkan;
pengabaian penggunaan yang sengaja atau tidak sengaja dari bahasa yang mendua
dalam pernyataan fakta, pendapat dan rekomendasi serta dalam penafsirannya dan
bebas dari berbagai usaha untuk menolak pertimbangan auditor sebagai kandungan
yang tepat dari laporan audit, baik dalam hal yang faktual maupun opininya
Jadi, untuk meningkatkan sikap independensi auditor sektor publik, maka
kedudukan auditor sektor publik baik secara pribadi maupun kelembagaan, harus
terbebas dari pengaruh dan campur tangan serta terpisah dari pemerintah.
Auditor yang independen dapat menyampaikan laporannya kepada semua pihak secara
netral.
Simpulan
Selama ini sektor publik/pemerintah tidak luput dari tudingan sebagai sarang
korupsi, kolusi, nepotisme, inefisiensi dan sumber pemborosan negara, padahal
sektor publik merupakan lembaga yang menjalankan roda pemerintahan yang sumber
legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh karena itu, kepercayaan yang
diberikan oleh masyarakat kepada penyelenggara pemerintahan haruslah diimbangi
dengan adanya pemerintahan yang bersih.
Seiring dengan munculnya tuntutan dari masyarakat agar organisasi sektor publik
mempertahankan kualitas, profesionalisme dan akuntabilitas publik serta value
for money dalam menjalankan aktivitasnya, diperlukan audit terhadap organisasi
sektor publik tersebut. Akan tetapi, audit yang dilakukan tidak hanya terbatas
pada audit keuangan dan kepatuhan saja, namun perlu diperluas dengan melakukan
audit terhadap kinerja organisasi sektor publik tersebut.
Audit kinerja memfokuskan pemeriksaan pada tindakan-tindakan dan
kejadian-kejadian ekonomi yang menggambarkan kinerja entitas atau fungsi yang
diaudit. Audit kinerja merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh
dan mengevaluasi bukti secara obyektif, agar dapat melakukan penilaian secara
independen atas ekonomi dan efisiensi operasi, efektifitas dalam pencapaian
hasil yang diinginkan dan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan dan hukum
yang berlaku, menentukan kesesuaian antara kinerja yang telah dicapai dengan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta mengkomunikasikan hasilnya
kepada pihak-pihak pengguna laporan tersebut.
Kemampuan mempertanggungjawabkan (akuntabilitas) dari sektor publik pemerintah
sangat tergantung pada kualitas audit sektor publik. Tanpa kualitas audit yang
baik, maka akan timbul permasalahan, seperti munculnya kecurangan, korupsi,
kolusi dan berbagai ketidakberesan di pemerintahan. Kualitas audit sektor
publik dipengaruhi oleh kapabilitas teknikal auditor serta independensi auditor
baik secara pribadi maupun kelembagaan. Untuk meningkatkan sikap independensi
auditor sektor publik, maka kedudukan auditor sektor publik harus terbebas dari
pengaruh dan campur tangan serta terpisah dari pemerintah, baik secara pribadi
maupun kelembagaan
Konsep audit manajemen yang merupakan
suatu sarana yang belum lama ini dikembangkan, telah memperoleh pengekuan luas
dalam penggunaannya dan disampin itu semakin luas dipahami, namun sejalan dengan
perkembangannya perbedaan-perbedaan pendapat para ilmuwan seputar pengertian
audit manajemen masih tetap bermunculan, namun hal ini tidaklah menjadi kendala
maupun masalah besar sebaliknya perbedaan pendapat tersebut justru semakin
memperluas wacana serta menambah referensi pengetahuan kita untuk memahaminya.
Pengertian audit manajemen menurut Tunggal
menyatakan bahwa :
Management audit is a systematic, comprehensive, critical appraisal of
the organization structure, management practices and methods conducted normally
by external independen persons ... it’s primary objective is to motivate
management to take action which will lead to increased efficiency and
profitability of the organization.
Kemudian Siagian mengatakan bahwa, “Audit
manajemen adalah suatu bentuk pemeriksaan yang bertujuan untuk meneliti dan
menilai kinerja perusahaan disoroti dari sudut pandang peningkatan efisiensi,
efektivitas dan produktivitsas kerja dalam berbagai komponennya”.
Hal yang sama juga dipaparkan oleh
Dianjung mengatakan bahwa, “Audit manajemen adalah suatu pemeriksaan yang
tujuannya untuk menilai perusahaan secara keseluruhan atau membatasi ruang
lingkupnya pada suatu fungsi atau departemen tertentu dalam organisasi.
Dari definisi-definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa audit manajemen merupakan suatu bentuk pemeriksaan untuk
menilai, menganalisa, meninjau ulang, hasil kerja perusahaan, dalam hal ini
kemampuan manajer dalam mengelola perusahaan, apakah telah berjalan
secara ekonomis, efisien dan efektif serta mengidentifikasi
kekuarangan-kekurangan dan kemudian melakukan pengujian dan penelaahan atas
kondisi ketidakhematan, ketidakefisienan, maupun ketidakefektifan untuk
selanjutnya memberikan rekomendasi-rekomendasi perbaikan demia tercapainya
tujuan perusahaan.
Performance Audit
Performance audit adalah sebuah audit
dalam rangka mendapatkan gambaran mengenai kinerja sebuah organisasi/perusahaan
secara keseluruhan. Performance audit lebih menekankan pada aspek kebutuhan
organisasi dalam meningkatkan proses bisnis dan memenangkan kompetisi.
Performance audit akan menghasilkan angka-angka yang dengan diolah menggunakan
metode statistik akan memberikan gambaran langkah-langkah yang harus diambil
oleh organisasi/perusahaan.
Performance audit adalah pengujian yang obyektif dan sistematis yang
berkaitan dengan program, aktivitas, fungsi, sistem manajemen dan prosedur
melalui assessmen dalam rangka pencapaian target yang ada untuk mendapatkan
keuntungan secara ekonomi, efisiensi dan efektifitas penggunaan sumber daya yang
ada.