Blogger news

Rabu, 18 Mei 2011

Hukum Waris


HUKUM WARIS MENURUT ADAT ( ADAT DALAM WARSIAN )

         Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan sesorang yang meninggal dunia , dengan lain perkara mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibat-akibatnya bagi Ahli waris .

         Sebelum berlakunya hukum waris Islam , masyarakat menggunakan hukum adat dalam membagi harta warisan . Beberapa hal dalam hukum adat yang berkaitan dengan hukum islam adalah sebagai berikut :

          Ahli waris menurut hukm adat ;

1.      Ahli waris adalah mereka yang terdekat dengan si pewaris atau dengan kata lain anak si pewaris merupakan ahli waris yang pertama dan  utama .
2.      Dalam masyarakat patrilineal ( sistem susnan keluarga yang menarik garis keturunannya dari ayah ), laki-laki mendapatkan bagian yang lebih banyak dari perempuan
3.      Dalam masyarakat matrilineal  ( sistem susunan keluarga yang menarik garis keturunannya dari ibu), perempuan mendapatkan bagian yang lebih banyak dari laki-laki .
4.      Dalam masyarakat parental (sistem susunan keluarga menganggap sama antara lai-laki dan perempuan ), warisan dinagi rata semua anak berdasarkan persamaan hak.
5.      Anak angkat dipandang sebagai anak sendiri . Olah karena itu , harta warisan dapat diwariskan  kepada anak angkat . Namun, harta yang dapat diwariskan adalah harta yang diperoleh setelah pernikahan kedua orang tua angkatnya.

         
Harta Peninggalan menurut hukum adat:

Aturan pembagian harta warisan menurut hukum adat adalah sebagai berikut :
a.       Harta peninggalan tidak dapat dibagi seperti harta pusaka
b.      Harta yang dibagikan adalah harta yang diberikan kepada orang tua pada waktu mereka masih hidup dan harta yang diwariskan sewaktu orang tua masih hidup, tetapi penyerahnnya setelah si pewaris hidup.

         Pada dasarnya, yang dapat diwarsikan ``hanya hak-hak dan kewajiban dibidang hukum kekayaan saja . Kecuali ( hak dan kewajiban dibidang hukum kekayaan yang tidak dapat diwariskan  : perjanjian kerja, hubungan kerja , keanggotaan perseroan, pemberian kuasa).

Subyek Hukum Waris
-          Pewaris : meninggalkan harta, diduga meninggal dengan meninggalkan harta .
-          Ahli Waris : Sudah lahir pada saat warisan terbuka

Prisnsip Umum dalam Kewarsisan
a.       Pewarisan terjadi karena meninggalnya pewaris dengan sejumlah harta
b.      Hak-hak dan kewajiabn dibidang harata kekayaan `` beralih `` demi hukum .
c.       Yang berhak mewaris menurut UU mereka yang mempunyai hubungan darah
d.      Harta tidak boleh dibiarkan tidak terbagi

      Ilmu waris merupakan salah satu ilmu yg HARUS dipelajari/dikuasai di Islam, minimal ada seseorang yg mengetahui secara detail dan mampu menjelaskan dan atau memberikan solusi apabila terjadi permasalahan soal waris. Hal ini dikarenakan waris berkaitan dengan harta, dan sudah menjadi sifat manusia, tamak terhadap harta. Bahkan karena harta, hubungan darah (persaudaraan) bisa berantakan.

     Istilah lain dari ilmu waris adalah faraidh, ini merupakan kewajiban dari ALLAH SWT yg harus dilaksanakan seperti halnya mengerjakan sholat, puasa, zakat, haji. Hal ini dikarenakan ilmu waris sudah ada KETENTUAN yg telah dijabarkan oleh Kitabullah (Al Qur’an) dan Sunnah Rasulullah SAW. Pembagian harta pusaka (warisan) di dalam Al Qur’an dikenal dgn istilah HUDUD ALLAH (batas atau ketentuan yg ditetapkan ALLAH (An Nisa(4):13-14).

      Tentang PENTINGNYA ILMU WARIS ini, Rasulullah SAW sendiri bersabda“Pelajarilah Al Qur’an dan ajarkanlah kepada manusia. Pelajarilah ilmu faraidh (waris) dan ajarkanlah kepada manusia, karena sesungguhnya saya ini adalah orang yg akan direnggut (diwafatkan ALLAH), sedangkan ilmu faraidh akan diangkat (dihilangkan) ALLAH. Hampir saja 2 orang bertengkar tentang pembagian pusaka, maka mereka berdua tidak menemukan seorangpun yg sanggup menfatwakannya kepada mereka.” (HR Ahmad, Nasai, dan ad Daruquthny).

      Setelah membaca referensi2, didefinisikan Kewarisan (Faraidh) sebagai berikut: Pengetahuan (ilmu) yg berkaitan dengan pembagian harta pusaka, pengetahuan tentang cara perhitungan yg dapat menyampaikan kepada pembagian harta pusaka dan pengetahuan tentang bagian-bagian yg wajib dari harta pusaka untuk setiap pemilik hak pusaka.


Dari definisi di atas, maka obyek pengetahuan waris terdiri dari:
1. Penentuan siapa yg berhak menjadi ahli waris
2. Penentuan mengenai harta peninggalan
3. Penentuan bagian masing-masing ahli waris, untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Biasanya yg menjadi masalah adalah point 3. Untuk itu, jika tidak ada kesepakatan dari para ahli waris, maka sengketa harus diselesaikan oleh hakim PENGADILAN AGAMA.


DASAR HUKUM
Dasar hukum kewarisan yg dijadikan dasar dalam penetapan kewarisan adalah:
1. Al Qur’an. Al Baqarah(2):180&240, An Nisa(4):7,11,12,33&176, Al Ahzab(33):6.
2. Hadits Rasululloh SAW. “Berikanlah harta pusaka (faraidh) itu kepada orang-orang yg berhak. Sesudah itu sisanya untuk orang laki-laki yg lebih utama.” (HR Bukhari dan Muslim)
3. Ijma’ ulama. Untuk di Indonesia, bisa merujuk ke Kompilasi hukum Islam.

TERJADINYA KEWARISAN
Kewarisan terjadi apabila memenuhi rukun sebagai berikut:
1. Harta atau hak yg diwarisi (
Maurist ), yg lebih dikenal dg istilah tirkah (harta peninggalan). Yaitu harta yg ditinggalkan oleh pewaris baik berupa harta benda yg menjadi miliknya maupun hak-haknya;
2. Pewaris (
Muwarrits ) Yaitu orang yg meninggal dunia;
3. Ahli waris (
Warist ) Yaitu orang yg akan mewarisi harta peninggalan.


     Kompilasi hukum Islam mendefinisikan ahli waris = orang yg ada pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama ISLAM, dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.


SALAH PAHAM PEMBAGIAN HARTA WARIS
     Di bagian ini seringkali terjadi salah kaprah, terutama di Indonesia. Seseorang yg sudah uzur & merasa ajalnya sudah dekat (atau bahkan masih muda & sehat) seringkali membagi-bagikan hartanya sebelum dia meninggal. Dia beranggapan dengan dibaginya harta yg dia miliki pada saat dia masih hidup, maka perselisihan antar anggota keluarganya bisa diredam. HAL INI JELAS - JELAS SALAH DAN TIDAK BERDASAR..!!! Rasulullah SAW bersabda“Barang siapa yg meninggalkan hak atas suatu harta, maka hak atau harta itu adalah untuk ahli warisnya setelah KEMATIANNYA.” Intinya, PEMBAGIAN HARTA WARIS DILAKUKAN SETELAH KEMATIAN…!!!

HAL-HAL YG HARUS DILAKUKAN SAAT PEMBAGIAN HARTA WARIS
Sebelum harta waris dibagikan kepada ahli waris, ada hal-hal yg harus diperhatikan. Hal-hal tersebut:

1. Biaya perawatan (tahjiz). Harta waris harus dikurangi dahulu biaya perawatan (jika muwarrits dirawat sebelum meninggal dunia). Oleh karena itu, perawatan orang sakit hendaklah PROPORSIONAL, TIDAK BOROS, namun TIDAK KIKIR (lihat Al Furqan(25):67 sebagai rujukan).

2. Utang (dain). Utang dibedakan atas utang kepada ALLAH (zakat&nadzar) dan utang kepada manusia. Utang ini mesti dilunasi dulu dengan  harta waris sebelum dibagikan. Karena itu, seringkali kita mendengar pihak keluarga menanyakan kepada orang2 yg hadir di prosesi jenazah, apakah muwarrits mempunyai hutang dan jika punya maka hendaknya menghubungi pihak keluarga untuk diselesaikan.

3. Wasiat, yaitu pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain/lembaga, yg berlaku setelah pewaris meninggal dunia. Wasiat diberikan secara sukarela yg pelaksanaannya ditangguhkan sampai adanya peristiwa kematian. (jika pemberian dilakukan saat pewaris masih hidup = HIBAH). Islam, sebagai agama yg ‘masuk akal’ MELARANG wasiat yg berlebihan. Wasiat dibatasi jumlahnya, TIDAK LEBIH DARI 1/3 harta warisan. Secara logika, tentu ini masuk akal, karena jika ada wasiat yg menyatakan harta 100% untuk orang lain maka terasa tidak adil bagi anggota keluarga yg ditinggalkannya.















WARISAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989


   Undang-undang nomor 7 Tahun 1989 adalah undang-undang tentang Peradilan Agama . Dalam undang-undang itu antara lain dimuat tentang hak orang Islam berperkara warisan dan peranan peradilan agama dalam menetapkan warisan .

1.     Hak orang Islam berperkara warisan

Hak orang Islam berperkara warisan dalam UU Nomor 7  Tahun 1989 termuat dalam pasal 1 dan 2 .

Pasal 1
(1)  Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yamg beragama Islam.
Pasal 2
        Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksanaan kehakiman bagi pencarian keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam undang-undang ini .
        Pasal 1 ayat (1) dan pasal 2 di atas bisa dijelaskan bahwa orang-orang Islam yang berperkara perdata yang dimaksud dalam pasal 2 itu adalah perrkera tertentu , misalnya masalah perkawinan dan maslah warisan.

2.      Peranan Peradilan Agama dalam penetapan Warisan.

Mengenai peranan peradilan Agama dalam menetapkan warisan dalam undang-undang ini dimuat dalam pasal 49

(1)  Pengadialn Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan , menyelesaikan perkara-perkara di Tingkat pertama anatara orang-orang yang beragama Islam di bidang :
a.       Perkawinan
b.      Kewarisan , wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hokum Islam .
c.       Wakaf dan sedekah.
(2)  Bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayata (1) huruf a ialah hal yang diatur dalam aatau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku.
(3)  Bidang kewarisan sebagaimana yang telah diatur dalam ayat (1) huruf b ialah penetuan siapa-siapa yang menjadi ahli, penetuan bagian masing-masing ahli waris, dan pelaksanaan pembagian harta peninggalan tersebut
Dalam pasal 49 ayat (3) telah jelas dimuat tentang peranan Peradilan Agama dalam penetapan warisan . Peranan itu sebagai berikut .
a.       Menetukan para Ahli waris
b.      Menetukan harta peninggalan
c.       Menetukan bagian masing-masing ahli waris .
d.      Melaksanakan pembagian harta pusaka itu.
Penetuan –penetuan di  atas didasarkan waris Islam.







PERHITUNGAN WARISAN

Ahli waris Pihak laki-laki dan pihak perempuan dalam memperoleh bagian harta pusaka dibagi menjadi dua sebagai berikut  :

1.     Ahli waris `Asabah ialah ahli waris yang memperoleh bagian berdasarkan sisa pusaka. Ahli waris ini dapat menghabiskan semua sisa harta . Mereka itu diatur menurut susunan berikut :

a.       Pihak laki-laki
(1)  Anak laki-laki
(2)  Cucu laki-laki
(3)  Bapak
(4)  Bapak dari bapak
(5)  Saudara laklaki seibu sebapak
(6)  Saudara laki-laki yang sebapak
(7)  Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak
(8)  Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak
(9)  Paman dari piahk bapak ( saudara bapak ) seibu sebapak , kemudian sebapak
(10)         Anak laki-laki dari paman pihak bapak
(11)         Orang yang memerdekakan mayat .
  
b.      Pihak Perempuan
(1)  Anak perempuan , jika ditarik oleh saudara laki-lakinya. Ketentuan pembagiannya : laki-laki  dua kali bagian perempuan . Apabila tidak ditarik oleh saudara lai-lakinya , maka anak perempuan tetap menjadi ahli waris dengan bagian tertentu.
(2)  Cucu perempuan dari anak laki-laki , jika ditri oleh saudaranya yang laki-laki ( sama-sama cucu )
(3)  Saudara perempuan , jika ditarik oleh saudaranya laki-laki
(4)  Saudara perempuan sebapak, jika diterik oleh saudaranya yang laki-laki sama-sam sebapak .
Ketentuan untuk ahli waris antar laki-laki dan perempuan adalah laki-laki mendapat 2 bagian , sedangkan perempuan satu bagian.

2.     Ahli waris dengan bagian tertentu atau furudul muqaddarah adalah ahli waris yang mendapat harta pusaka dengan bagian tertentu . Bagian tertentu ada enam yaitu 1/2(seperdua) , 1/4 (seperempat)  ,1/8 (seperdelapan), 2/3 (dua pertiga) , 1/3 (sepertiga ), dan 1/6 (seperenam).

a.       Ahli waris yang memperoleh ½ seperdua atau setengah ) sebagai berikut :
(1)  Anak perempuan , apabila ia sendiri tidak bersama-sama saudaranya .
(2)  Saudara perempuan yang seibu sebapak sendirian
(3)  Cucu perempuan dari anak laki-laki , jika tidak ada anak perempuan.
(4)  Suami, jika tidak mempunyai anak atua tidak ada pula cucu dari anak laki-laki , aik laki-laki maupun perempuan.

b.      Ahli waris yang memperoleh 1/4 ( Seperempat ) sebagai berikut :
(1)  Suami, jika istrinya yang meninggal itu mempunyai anak, baik anak laki-laki maupun perempuan atau meninggalka cuc dai anak laki-laki , baik laki-laki maupun perempuan .



(2)  Istri, baik seorang atau lebih , jika suami tidak meninggalkan anak ( laki-laki maupun perempuan ) dan tidak pula cucu dari anak laki-laki, baik laki-laki maupun perempuan . Jika istri lebih dari satu cara pembagiannya seperempat dibag jumlah istri.

c.       Ahli waris yang memperoleh 1/ 8 ( sperdelapan ) sebagai berikut :
Istri jika suami meninggalkan anak , baik laki-laki maupun perempuan atau cucu dari anak anak laki-laki ,baik laki-laki maupun perempuan.

d.      Ahli waris yang memperoleh 2/3 (dua pertiga ) sebagai berikut :
(1)  Dua anak perempuan atau lebih dengan syarat apabila tida ada ana laki-laki. Jika ada anak laki-laki , maka anak perempuan tersebut ahli waris `asabah.
(2)  Dua cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki , jika tidak ada anak perempuan
(3)  Saudara perempuan sebapak lebih dari Satu.
(4)  Saudara perempuan sebapak , dua orang atau lebih , jika tidak ada saudara perempuan  yang seibu sebapak .

e.       Ahli waris yang mendapat 1/3 ( sepertiga  ) sebagai berikut :
(1)  Ibu, apabila yang meninggal itu mempunyai anak, cucu ( dari anak laki-laki ), dua saudara atau lebih , baik saudara laki-laki maupun saudara perempuan, seibu sebapak, atau sebapak saja
(2)  Bapak jika yang meninggal itu meninggalkan anak atau cucu ( dari anak laki-laki )
(3)  Nenek , jika ibu dari si mayat tidak ada .
(4)  Cucu perempuan dari pihak anak laki-laki baik sendirian atau berbilang , jka bersama satu anak perempuan . Apabila anak perempuan si mayat lebih dari satu , maka cucu perempuan itu mendapat harta pusaka.




























HIKMAH WARIS

            Pembagian harta warisan sesuai hukum Islam akan membawa beberapa hikmah , yaitu :

1.      Menghindari sikap serakah, tamak dan menyadari bahwa oran lain juga mempunyai hak atau bagian
2.      Menghindari timbulnya persengketaan dalam keluarga yang disesbabkan oleh masalah pembagian warisan warisan serta akan menimbulkan ikatan persaudaraan berdasarkan hak dan kewajiban yang seimbang
3.      Menghindari timbulnya fitnah adalah pembagian harta warisan yang tidak adil dan benar
4.      Mewujudkan keadilan dalam keluarga yang berdampak positif bagi keadilan dalam masyarakat































KESIMPULAN


·           Ilmu waris adalah ilmu untuk mengetahui orang yang berhak menerima harta warisan , orang yang tidak berhak menerima harta warisan, kadar yang diterima oleh masing-masing ahli waris dan bagaiman cara pembagiannya.

·           Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan sesorang yang meninggal dunia , dengan lain perkara mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibat-akibatnya bagi Ahli waris .

·            Sebab-sebab seseorang memperoleh harta warisan, adalah karena hubungan keluarga, hubungan perkawinan .

·             Terjadinya kewarisan kaerna adanya , harta, ahli waris dan pewaris

·             Hal-hal yang perlu diselesaikan sebelum harta warisan dibagi adalah tajhiz, utang , dan wasiat.

·              Undang-undang nomor 7 Tahun 1989 adalah undang-undang tentang Peradilan Agama . Dalam undang-undang itu antara lain dimuat tentang hak orang Islam berperkara warisan dan peranan peradilan agama dalam menetapkan warisan .

·             Ahli waris `Asabah ialah ahli waris yang memperoleh bagian berdasarkan sisa pusaka.

·            Ahli waris dengan bagian tertentu atau furudul muqaddarah adalah ahli waris yang mendapat harta pusaka dengan bagian tertentu . Bagian tertentu ada enam yaitu 1/2(seperdua) , 1/4 (seperempat)  ,1/8 (seperdelapan), 2/3 (dua pertiga) , 1/3 (sepertiga ), dan 1/6 (seperenam).

·            Hikmah waris adalam dapat mnghindarkan diri dari sikap serakah, tamak d mengetahui bahwa orang lain juga berhak mendapatkan bagian. Dan juga menghindarkan persengketaan dalam keluarga serta mencegah terjadinya prasangka buruk atau fitnah, mewujudkan keadilan  dalam suatu keluarga.